Ekspor Mangga Gresik ke Singapura, Teten: Ini Bukti UMKM Kita Berdaya Saing Tinggi - Telusur

Ekspor Mangga Gresik ke Singapura, Teten: Ini Bukti UMKM Kita Berdaya Saing Tinggi


telusur.co.id - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, melakukan pelepasan ekspor mangga dengan brand Mangga Sultan dari petani asal Gresik ke Singapura sebanyak 1 ton. Ini merupakan ekspor kedua setelah pertama yang dilakukan pada awal tahun 2021. Mangga jenis arumanis menjadi buah favorit di Singapura, bersaing dengan mangga asal Thailand. 

Teten menjelaskan, saat ini beberapa varietas mangga Indonesia yang berpeluang untuk pemasaran ekspor adalah gedong, arumanis, manalagi, dan golek. Pasar utama ekspor mangga adalah Timur Tengah, Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan China. Bukan hanya mangga, buah tropis lain seperti pisang dan melon juga permintaannya cukup tinggi dari pasar luar negeri. 

“Ekspor ini menjadi tanda bahwa UMKM kita berdaya saing tinggi, mampu menembus pasar internasional di tengah pandemi Covid-19 ini. Saya sangat mengapresiasi peran aktif berbagai pihak dan inisiasi perluasan pasar ekspor produk UMKM,” kata Teten di Gresik, Jawa Timur, Kamis (21/10/21). 

Ekspor ini merupakan sinergi antara Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perindag (Diskoperindag) Gresik, Direktorat Bea Cukai Jatim, Atase Perdagangan KBRI Singapura, dan PT Galasari Gunung Sejahtera (GGS) 

GGS merupakan perusahaan perkebunan hortikultura, yang bekerja sama dengan petani plasma. Luasan lahannya mencapai 3.000 hektare (ha). 

Produksi mangga di Jawa Timur mencapai 1.292.960 ton atau sebesar 49,8 persen dari total produksi mangga Indonesia yang mencapai 2.898.588 ton. 

Diakui Teten, persaingan ekspor mangga sangat kompetitif sehingga perlu pengetahuan dan perbaikan menyeluruh. Termasuk penanganan pascapanen, sehingga produk pertanian kita dapat bersaing dengan negara lain. 

Selain itu, Teten juga meminta agar ekspor produk pertanian juga tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Untuk itu para petani berlahan sempit dikonsolidasikan dalam sebuah koperasi agar tercipta corporate farming. 

“Perlu dilakukan rekayasa sosial, petani lahan sempit masuk ke skala ekonomi. Perlu ditetapkan juga daerah potensi produk unggulan sebagai kawasan berikat. UMKM juga perlu diberi insentif seperti usaha besar,” tegasnya. 

Menurut dia, pemerintah terus mendukung iklim usaha membaik lewat UU Cipta Kerja yang diturunkan dalam PP No. 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 

Kemudahan berusaha dengan penyederhanaan administrasi izin ekspor, sertifikasi halal gratis, akses pembiayaan, fasilitasi promosi, pendampingan dan pelatihan usaha, hingga insentif fiskal. 

Pihaknya menyadari, saat ini kontribusi ekspor UMKM baru sekitar 14 persen masih relatif kecil dibandingkan Singapura sebesar 41 persen dan China sebesar 60 persen. Sementara Kontribusi ekspor UMKM pada 2021 ditargetkan naik menjadi 15,2 persen dan pada 2024 menjadi 17 persen. 

“Di luar negeri ekspor UMKM sangat tinggi, karena UMKM nya memang dilibatkan dan masuk ke dalam rantai pasok industri nasional. Kita harus belajar bagaimana bisa meningkatkan kontribusi ekspor Indonesia,” ucap Teten.[Fhr

 


Tinggalkan Komentar