telusur.co.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Pemerintah diharapkan mengakomodir nota akademis yang disusun dari hasil rekomendasi sebagai bahan pendukung penyusunan rencana Revisi Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Rekomendasi itu merupakan hasil Seminar Nasional beberapa waktu lalu, yang digelar Keluarga Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta (KAMAJAYA) bersama Perkumpulan Tenaga Ahli dan Terampil Konstruksi Indonesia (GATAKI), bertajuk, "Revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi: Arah, Jangkauan, dan Substansi Perubahan."
"Rekomendasi Revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi ini hasil kolaborasi dari berbagai kalangan. Harapannya dapat mendukung perubahan sektor dan industri konstruksi di Indonesia yang lebih baik di masa kini dan masa mendatang," kata Ketua Umum GATAKI dan KAMAJAYA, Desiderius Viby Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/2/25).
Viby menjelaskan, ada beberapa rekomendasi dari hasil seminar untuk perbaikan konstruksi di Indonesia agar dimasukan dalam pasal-pasal Revisi UU Jasa Konstruksi.
"Rekomendasinya, seperti penegakkan sertifikasi tenaga kerja, harmonisasi dengan regulasi lain, penyelesaian sengketa yang efektif, perlindungan usaha kecil dan mikro, adaptasi terhadap perubahan teknologi," kata Viby.
Rekomendasi berikutnya, penguatan aspek berkelanjutan, perlindungan hak pekerja, adaptasi terhadap tantangan global, harmonisasi pengaturan dan kelembagaan sertifikasi profesi pada sektor dan industri konstruksi.
Lalu, peningkatan peran serta masyarakat industri konstruksi dan keterlibatan sektor swasta yang lebih signifikan serta perbaikan tata kelola kerja sama pemerintah dan badan usaha terkait investasi proyek-proyek konstruksi yang dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi beban fiskal pemerintah yang terbatas.
Viby yang juga Direktur Pengelolaan Gedung, Kawasan, dan Perkotaan pada Otorita IKN ini berharap, hasil seminar menjadi wadah untuk mengakomodir perubahan regulasi yang dapat diterapkan secara efektif dan berdampak postif pada pembangunan dan pengelolaan infrastruktur nasional.
Terlebih, Seminar Nasional yang diketuai Esther Gultom yang merupakan anggota GATAKI ini menyatakan forum nasional pertama yang mengolaborasikan sektor pemerintah, akademisi, pihak swasta, tenaga kerja, dan masyarakat dalam satu kesempatan baik untuk mendiskusikan Revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017.
"Undang-Undang Jasa Konstruksi sangat diperlukan guna mendorong perubahan ke arah yang lebih baik pada sektor dan industri konstruksi di Indonesia," kata Viby.
Sementara itu, praktisi hukum konstruksi Finsensius Mendrofa merekomendasikan agar dalam Revisi UU Jasa Konstruksi diperlukan harmonisasi dengan regulasi lain, seperti pembentukan forum lintas kementerian untuk mengiring proses harmonisasi. "Supaya tidak ada tumpang tindih kebijakan," kata Finsensius.
Senada, Ahli Manajemen Konstruksi pada Kementerian Pekerjaan Umum (PU)
Iwan Suprijanto menyatakan, Revisi UU Jasa Konstruksi diperlukan guna beradaptasi terhadap tantangan global. Misalnya, dengan merumuskan kebijakan yang lebih protektif namun tetap kompetitif bagi pelaku usaha lokal.
Pernyataan Iwan dikuatkan oleh pemaparan dari Erie Heryadi, Ketua Umum DPN INKINDO. "Penting untuk membedah secara inklusif Undang-Undang Jasa Konstruksi serta memberikan usulan substansi perubahan seperti standardisasi pengadaan yang berbasis teknologi dan pengelolaan sistem informasi jasa konstruksi yang terintegrasi," kata Erie.
Sejalan, dalam pemaparannya, Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia periode 2024-2027, Prof. Agus Taufik Mulyono menekankan, Revisi UU Jasa Konstruksi perlu mengakomodir adanya harmonisasi pengaturan dan kelembagaan sertifikasi profesi pada sektor dan industri konstruksi.
"Perlu menempatkan standard keberlanjutan sebagai fokus utama dalam Revisi UU Jasa Konstruksi," ujar Insannul Kamil, WKU Bidang PUPR dan Infrastruktur KADIN Indonesia.
Hadir juga sebagai moderator Direktur PT Ciriajasa Rahman Wibisono, Dosen Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta Imam Basuki, dan Sekretaris PP KAMAJAYA Nicolaus Nino Ardiansyah.[Fhr]