Harga Daging dan Telur Jeblok, Fadli Zon : Sektor Perunggasan Lagi Sekarat - Telusur

Harga Daging dan Telur Jeblok, Fadli Zon : Sektor Perunggasan Lagi Sekarat

Fadli Zon

telusur.co.id - Sektor perunggasan nasional, pedaging (broiler) dan petelur (layer), kondisinya sangat memprihatinkan. Harga pakan naik pada saat bersamaan harga jual daging dan telur turun. 

"Sektor perunggasan ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, bahkan sekarat. Setiap hari para peternak merugi. Harga pakan jagung dan pakan jadi tiap hari naik harganya, sementara harga daging ayam dan telur ayam justru turun. Untuk telur bahkan bukan turun lagi tapi nyungsep," tegas Ketua Umum HKTI Fadli Zon.

Dalam pantauan HKTI, harga Jagung yang merupakan komponen terbesar dari pakan ayam sudah mencapai Rp. 6.000-6.200 per kilogram. Padahal harga acuan konsumen untuk Jagung dengan kadar air 15% harganya Rp. 4.500. Harga jagung sudah naik Rp. 1.500-Rp. 1.700 per kg dari harga acuan Permendag No. 7 Tahun 2020. Barangnya juga langka. 

"Pemerintah khususnya Kementan, Kemendag, dan Bulog harusnya bisa stabilkan harga dan jamin ketersediaan jagung untuk peternak. Kalau tak bisa dipenuhi oleh produksi nasional dan karena darurat, dimaklumi buka kran impor jagung terbatas," kata Fadli Zon.

HKTI juga memantau bahwa kenaikan harga jagung tak dinikmati oleh petani jagung secara maksimal. Yang dapat untung adalah pedagang dan perusahaan pakan ternak. 

Permendag No. 7 tahun 2020 sudah dengan jelas mengatur harga acuan pembelian jagung, ditingkat petani Rp. 3.150 dan harga acuan penjualan di konsumen Rp. 4.500. Jika ada anomali harga, Permendag mengamanatkan dilakukan penyelamatan dan stabilisasi via Bulog atau perusahaan umum yang ditunjuk pemerintah. "Tapi sampai sekarang saya lihat tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk stabilkan harga sesuai perintah Permendag," lanjut Fadli Zon.

Tingginya harga dan langkanya ketersediaan Jagung, dalam kalkulasi HKTI, telah membuat harga pokok produksi (HPP) untuk 1 kg telur dan daging ayam menjadi naik signifikan. Malangnya, harga jual  (terutama telur) malah turun parah. Harga di kandang untuk 1 kg telur saat ini berkisar Rp. 14.000-Rp. 15.000. "HPP telur  untuk harga jagung normal (Rp. 4.500,- red.) saja sudah Rp. 19.000, peternak sudah rugi Rp. 5.000 untuk setiap 1 kg telur. Apalagi kalau pakai harga  jagung sekarang, ruginya jadi Rp. 6.500 per kg telur.  Peternak rugi besar," ungkap Fadli Zon.

Harga acuan untuk 1 kg telur, berdasarkan Permendag No. 7 tahun 2020, untuk harga di kandang adalah Rp. 19.000-Rp. 21.000, tentunya dengan patokan harga jagung Rp. 4.500. Seharusnya, harga acuan telur dengan naiknya harga jagung adalah Rp. 20.500-Rp. 21.000 per kg. "Ini jangankan pada harga Rp. 21.000, bisa bertahan dengan harga Rp. 19.000 saja sudah keajaiban karena sekarang harga telur di kandang malah turun parah di Rp. 15.000. Dan seperti soal  pakan dan jagung, dalam soal turun parahnya harga telur, pemerintah diam seribu basa," tegas Fadli Zon.

Kondisi turun parahnya harga telur ini, dalam pandangan HKTI, semakin diperparah dengan kebijakan Kementan yang meminta agar melakukan cutting telur tetas dan afkir dini saat tejadi oversupply daging ayam. Disinyalir cutting telur tetas ini bisa berpotensi merembes ke pasar yang menekan telur konsumsi. "Anehnya, resep cutting telur tetas dan afkir dini ini selalu dipakai Kementan, padahal tidak efektif dan berpotensi merusak pasar telur. Sepertinya Kementan tidak ada resep lain, walau terbukti kurang ampuh," tandas Fadli Zon.

Dalam pandangan HKTI, kondisi perunggasan nasional sedang tidak baik-baik saja, harus ditolong. Pemerintah harus jamin ketersediaan dan stabilitas harga jagung untuk pakan unggas. Pemerintah juga harus jamin harga telur di tingkat peternak. Kalau tidak segera dilakukan maka ini akan jadi kiamat buat dunia perunggasan nasional yang sudah swasembada puluhan tahun. Alas hukum untuk menolong para peternak sudah tersedia, Permendag No. 7 Tahun 2020, tinggal dilaksanakan.

 "HKTI mendesak pemerintah untuk segera menyediakan jagung dengan harga Rp. 4.500, sesuai harga acuan pemerintah. Juga jamin harga telur ayam sesuai harga acuan. Ini urgent dilakukan Pemerintah," tegas Fadli Zon.

Selanjutnya, HKTI juga mendesak agar Pemerintah menyerap kelebihan pasok telur melalu bansos yang diberikan kepada masyarakat. Penyerapan melalui bansos minimal dilakukan sampai pasar telur kembali normal. Usulan lain HKTI, cutting tidak dilakukan pada telur tetas tetapi pada indukan ayam broiler, sehingga meminimalisir rembesan telur tetas ke pasar. [ham]


Tinggalkan Komentar