telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan pada era reformasi ini eksistensi dan peran pesantren bersama para santrinya secara norma undang-undang semakin kuat. Pada masa perjuangan, masa Orde Lama, atau pada masa Orde Baru, belum ada ketentuan legal formal konstitusional yang mengakui eksistensi pesantren sehingga alumni pesantren sering kesulitan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan juga dipersulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Namun, pada era reformasi, dengan hadir UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, maka eksistensi pesantren menjadi legal, kokoh dan kuat setara dengan sekolah-sekolah umum. Alumni pesantren bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, pesantren setara dengan sekolah-sekolah umum maupun madrasah.
“Untuk pesantren dalam konteks Indonesia, dalam era reformasi saat ini sudah dimudahkan, ibarat dibentangkan karpet merah dan dibuka pintu selebar-lebarnya untuk bisa dimaksimalkan pesantren. Dalam era reformasi saat ini, alumni pesantren bisa menjadi apa pun, apakah menjadi presiden, menteri, Ketua MPR, anggota dewan, gubernur, walikota, dosen, dan sebagainya. Alumni pesantren bisa menjadi apa saja. Silakan untuk bisa dimaksimalkan,” kata Hidayat Nur Wahid ketika menjadi narasumber dalam Sarasehan Kebangsaan dengan tema “Peran Pesantren dalam Menguatkan Empat Pilar MPR RI” di Pondok Pesantren Aufia, Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (12/8).
Turut berbicara dalam sarasehan kebangsaan ini Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc (Ketua Umum BKsPPI Pusat), Dr. H. Mustafa Umar, Lc, MA (Dewan Penasihat BKsPPI Riau), dan Drs. H. Marsurl Kasmi, M.Si (Asisten I Setda Provinsi Riau). Sarasehan Kebangsaan ini juga dihadiri Ketua BKsPPI Provinsi Riau, K.H. Misran Agusman, Lc, MA, wakif Pesantren Aufia, Drs. H. Mambang Mit, anggota DPR Dr. H. Syahrul Aidi Maazat, Lc, MA, anggota DPD Dr. Hj Misharti S, Ag, Wakil Bupati Siak H. Husni Merza, BBA, MM, Rektor perguruan tinggi di Riau.
HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan dengan UU tentang Pesantren itu, pesantren bisa membuat program unggulan termasuk menyiapkan kader-kader ulama karena UU tentang Pesantren ini meniscayakan adanya dana abadi pesantren. Presiden Jokowi telah menandatangani Keppres dana abadi pesantren itu pada tahun 2021.
“Namun, sampai hari ini dana abadi Pesantren tersebut belum direalisasiskan oleh Kementerian Keuangan maupun Kementeerian Agama. Karena itu, dalam rapat Komisi VIII dengan Dirjen Pendidikan Agama Islam, kami sudah mengingatkan agar Keppres yang telah ditandatangani Presiden Jokowi tentang dana abadi pesantren itu segera diwujudkan agar bisa digunakan maksimal bagi peningkatan kualitas santri,” kata HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.
HNW mengungkapkan pada masa pandemi Covid-19, korban meninggal dari komunitas Nakes tidak kurang dari 1.300 orang. Dari pesantren, kiai dan nyai yang wafat pada masa pandemi Covid-19 itu tidak kurang dari 900 orang. “Begitu banyak kiai dan nyai yang wafat, sehingga sudah seharusnya diadvokasi mekanisme untuk mempersiapkan pelanjut para ulama dan kiai yang telah banyak wafat tersebut. Salah satunya melalui program maksimalisasi dana abadi pesantren,” ujarnya.
Pesantren juga memiliki sumber daya manusia yang sangat banyak dan unggulan. Jumlah pesantren di Indonesia tidak kurang dari 28.000 pesantren, sedangkan jumlah santri dengan data yang berbeda-beda, tidak kurang mencapai 18 juta sanri. Pesantren identik dengan lembaga pendidikan Islam atau madrasah. HNW mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir, sekolah menengah atas yang terbaik di tingkat nasional ternyata bukan sekolah negeri dan bukan sekolah non Islam, tetapi Madrasah Aliyah Negeri, yaitu Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia, Serpong.
“Dari lima sekolah menengah atas terbaik di tingkat nasional, dua adalah dari madrasah. Yaitu peringkat satu Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia Serpong, dan di peringkat empat Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia Pekalongan. Maka sudah sangat sewajarnya bila lembaga Pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren juga mendapatkan perhatian yang adil dari pemerintah. Apalagi sejarah sudah membuktikan peran langsung dunia pesantren melalui para kiai dan santri dalam ikut berjuang memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda maupun dari pemberontakan PKI. Termasuk kontribusi menyelamatkan Pancasila, dan menghadirkan kembali NKRI. Maka Jas Merah Yes, tapi Jas Hijau (Jangan Sekali kali MengHilangkan Jasa Ulama) juga Yes. Agar generasi bonus demografi bisa diselamatkan dan NKRI bisa dikuatkan dan diwariskan kepada generasi Indonesia Emas yang akan bertemu dengan peringatan 1 abad Indonesia Merdeka,” pungkasnya.
Bersamaan dengan sarasehan kebangsaan itu, dilakukan pengukuhan pengurus Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Provinsi Riau, dan penandatanganan Mou antara BKsPPI Riau dengan perguruan tinggi dan instansi lainnya.