telusur.co.id - Di tengah ketidakpastian ekonomi global, industri obat bahan alam (OBA) Indonesia justru menunjukkan tren positif. Sepanjang 2024, nilai ekspor OBA berhasil menembus angka USD6,3 juta. Optimisme pelaku industri pun tetap tinggi, tercermin dari capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Maret 2025 yang menempatkan sektor farmasi, obat kimia, dan obat tradisional (KBLI 21) sebagai sektor dengan nilai IKI tertinggi kedua dari 23 sektor industri pengolahan.
Melihat potensi besar ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penguatan industri OBA sebagai bagian dari strategi mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku farmasi dan menuju kemandirian obat nasional. Langkah ini diperkuat dengan keterlibatan aktif Kemenperin dalam Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka, yang dibentuk melalui Keputusan Menko PMK Nomor 10 Tahun 2024.
Salah satu bentuk konkret dukungan ini hadir melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK), yang mengembangkan fasilitas produksi OBA modern bernama House of Wellness.
"Kami mengapresiasi fokus balai ini dalam pengembangan teknologi manufaktur dan produksi OBA. Ini sejalan dengan upaya penguatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang diharapkan bisa masuk ke dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK, Sukadiono, saat kunjungan kerja ke BBSPJIKFK, Jakarta, Selasa (15/4).
Gedung BBSPJIKFK sendiri terdiri dari empat lantai yang dilengkapi teknologi modern sesuai standar CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Fasilitas ini mendukung mulai dari pengolahan simplisia, ekstraksi, formulasi, hingga pengemasan.
"Tujuan kami jelas: memastikan industri OBA dalam negeri punya dukungan teknologi dan standardisasi untuk menjawab kebutuhan layanan kesehatan nasional," kata Kepala BSKJI, Andi Rizaldi.
Menurut Kepala BBSPJIKFK, Siti Rohmah Siregar, pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan PT Wiralab Analitika Solusindo melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO). Namun demikian, peluang kolaborasi masih terbuka bagi pihak lain yang ingin memanfaatkan fasilitas produksi, terutama dalam bidang pengolahan simplisia dan ekstrak.
Tak hanya itu, BBSPJIKFK juga menjadi bagian dari Jejaring Laboratorium Pengujian Obat Bahan Alam (JLPOBA) bersama BPOM, IPB, UGM, Vicmalab, dan PT Akurat Spektra Prima. Kolaborasi ini bertujuan menyatukan kapasitas laboratorium di Indonesia dalam pengujian mutu dan keamanan OBA, sekaligus memperkuat pengawasan produk yang beredar di pasaran.
"Dengan sinergi ini, kami ingin memastikan OBA Indonesia punya kualitas tinggi, aman, dan berkhasiat, sehingga bisa membangun kepercayaan masyarakat terhadap produk dalam negeri," tegas Siti.
Menurut data BPOM hingga September 2024, tercatat lebih dari 15.000 produk obat bahan alam telah terdaftar sebagai jamu. Namun hanya 77 produk yang masuk kategori obat herbal terstandar dan baru 20 produk yang terklasifikasi sebagai fitofarmaka—produk OBA tertinggi dari sisi evidensi ilmiah dan mutu.
Data ini menunjukkan potensi pengembangan yang masih sangat luas, mengingat Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas tanaman obat yang luar biasa.
Dengan dukungan infrastruktur, regulasi, dan kolaborasi lintas sektor, industri OBA Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pilar penting dalam sistem kesehatan nasional dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global obat herbal.[iis]