Ingatkan Soal Kerawanan Kampanye dan Pungut Hitung Pilkada 2024, Bawaslu: Pejabat Negara Jangan Terlibat - Telusur

Ingatkan Soal Kerawanan Kampanye dan Pungut Hitung Pilkada 2024, Bawaslu: Pejabat Negara Jangan Terlibat

Anggota Bawaslu RI, Totok Hariyono. (Ist).

telusur.co.id - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Totok Hariyono membeberkan soal potensi kerawanan kampanye dan pungut hitung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

Menurutnya, potensi kerawanan saat tahapan kampanye yang paling mencolok adalah praktik politik uang dan keterlibatan aparatur pemerintah dalam menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye untuk Paslon tertentu. Sehingga, kata Totok, hal ini juga dapat memicu terjadinya konflik antar peserta ataupun kepada para pendukung Paslon. 

"Saat kampanye adanya potensi kerawanan, misalnya pembagian sembako atau pembagian uang. Lalu, ada keterlibatan aparat, ini yang menjadi rawan," kata Totok dalam keterangannya, Kamis (10/10/24).

Oleh sebab itu, Totok mengimbau kepada para pejabat negara agar menjaga netralitas saat Pilkada serentak 2024 dan tetap mematuhi peraturan yang berlaku. 

"Padahal aturanya jelas jangan sampai melibatkan pejabat negara," Tegas Totok. 

Sedangkan untuk potensi kerawanan saat pungut hitung, kata Totok, kesalahan prosedur yang dilakukan oleh penyelenggara adhoc berpotensi terjadinya pemungutan suara ulang, pemungutan suara susulan, dan pemungutan suara lanjutan.

"Potensi kerawanan tersebut berdasarkan kajian dan riset Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) Serentak 2024 yang diluncurkan pada 2022 lalu. Salah satu parameter kerawanannya berdasarkan peristiwa yang terjadi pada Pemilu 2024 lalu," bebernya.

Selain itu, lanjut Totok, tahapan pencalonan juga memiliki kerawanan, hal itu dipengaruhi oleh potensi penyalanggunaan kewenangan oleh calon baik dari unsur petahana, ASN, TNI ataupun Polri.

"Masa pencalonan itu menjadi masa yang rawan, mulai dari pendaftaran calon, verifikasi administrasi, verifikasi faktual itu menjadi potensi. Salah satu potensinya yaitu rotasi jabatan," katanya.

Untuk itu, Totok mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah terdapat larangan kepala daerah atau penjabat kepala daerah melakukan mutasi atau penggantian pejabat jelang pilkada, sehingga jika hal itu dilakukan, maka dapat dikenakan sanksi pidana.

"Larangan adanya mutasi ini terhitung 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI," demikian Totok. [Fhr]


Tinggalkan Komentar