telusur.co.id - Ketua MPR RI sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan konsep negara kesejahteraan (welfare state), pada awal kelahirannya di Eropa tumbuh dari pemikiran sederhana, yaitu bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus membahagiakan dan mensejahterakan banyak orang. Konsep tersebut mengoreksi sistem kapitalis dan sosialis yang dinilai melahirkan kesenjangan ekonomi dan sosial.
Founding fathers Bangsa Indonesia juga telah mewariskan niai-nilai gagasan negara kesejahteraan tersebut ke dalam Pancasila. Khususnya sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Norma tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam batang tubuh atau pasal-pasal Konstitusi.
"Misalnya pasal 27 ayat (2) mengenai hak warganegara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pasal 28 H mengenai hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 31 menjamin hak warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pasal 33 ayat (3) mengamanatkan agar sumberdaya alam yang penting dan strategis dikuasai oleh negara, dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Serta Pasal 34 mengatur tanggungjawab negara terhadap fakir miskin dan anak terlantar, pengembangan sistem jaminan sosial, serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak," ujar Bamsoet saat menjadi Key Note Speaker dalam 'Konferensi Nasional Studi Hukum Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta', di kampus UPN Veteran Jakarta, Kamis (27/7/23).
Turut hadir sebagai narasumber antara lain Rektor UPN Veteran Jakarta Dr. Anter Venus, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Narendra Jatna, Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang Prof. Rahayu Hartini, Dekan Fakultas Hukum Universiti Teknologi Mara Malaysia Associate Prof. Madya Hartini, Guru Besar Hukum Tata Negara UPN Veteran Jakarta Prof. Wicipto Setiadi, serta Guru Besar Hukum Pidana UPN Veteran Jakarta Prof. Bambang Waluyo.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dari segi faktor kekayaan alam, Indonesia lebih dari cukup untuk memenuhi persyaratan mewujudkan negara kesejahteraan. Sumber kekayaan alam Indonesia antara lain terdiri dari nikel terbesar pertama dunia, batu bara terbesar ke-2 dunia, emas terbesar ke-6 dunia, tembaga terbesar ke-7 dunia serta gas alam terbesar ke-13 dunia.
Ironisnya, harus diakui berbagai kekayaan sumber daya alam tersebut belum mampu mewujudkan negara kesejahteraan. Contohnya keberadaan perusahaan pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan (Sulsel). Sejak izin eksploitasi pertambangannya berlangsung pada 1968, tidak banyak yang dilakukan perusahaan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
"Bahkan eksploitasi sumber daya alamnya hanya menyisakan kondisi memilukan dengan meninggalkan kemiskinan ekstrem khususnya di Luwu, Sulsel. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, lima daerah paling miskin di Sulsel adalah Kabupaten Jeneponto dengan persentase 14,28 persen, Pangkep 14,28 persen, Luwu Utara 13,59 persen, Luwu 12,52 persen dan Enrekang 12,47 persen," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, sejauh mana konsep negara kesejahteraan terealisasi, juga dapat diukur dengan 18 indikator. Antara lain dari data Pengeluaran per Kapita, angka harapan hidup, persentase penduduk miskin, persentase rumah tangga yang mampu hidup layak, serta Jumlah pengangguran terbuka.
BPS mencatat rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Indonesia (perkotaan dan perdesaan) sebesar Rp1,28 juta sebulan pada September 2021, angka harapan hidup pada 2022 mencapai 73,5 tahun, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, persentase rumah tangga yang memiliki akses hunian layak dan terjangkau sebesar 60,68 persen pada 2022, serta tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2022 mencapai 5,86 persen.
"Berdasarkan berbagai indikator tersebut, harus diakui bahwa konsep kesejahteraan yang dicita-citakan Pancasila dan Konstitusi kita masih belum sepenuhnya terpenuhi. Banyak capaian yang telah diraih, namun masih lebih banyak lagi yang belum terealisasi. Untuk mewujudkan negara kesejahteraan, sendi-sendi yang menopang sistem perekonomian dan sistem sosial harus terus menerus kita perkuat, kita lindungi, dan kita kembangkan," pungkas Bamsoet.[]