telusur.co.id - Banyak kalangan menyebut demokrasi di Indonesia mengalami penurunan. Bahkan terjadi carut marut dalam perkembangannya di Pemilu 2024. Dari dugaan kongkalikong Ketua Mahkamah Kontitusi Anwar Usman yang merupakan paman dari calon wakil presiden Gibran Rakabumi Raka.
Anwar diberikan sanksi berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dalam persoalan lolosnya Gibran sebagai peserta Pilpres 2024 melalui perubahan syarat umur calon presiden dan wakil presiden, dan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Namun imbasnya sang paman lengser dari kursi Ketua MK, hasil.putusan MKMK.
Di tambah persoalan, paska pencoblosan marak dugaan kecurangan masif dan sistematis untuk memenangkan salah satu pasangan peserta Pilpres. Berujung tiga partai politik di DPR RI, mendorong Angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Ketua Umum DPN Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkis atau Gepenta, Brigjenpol (Pur) Dr Drs. Parasian Simanungkalit SH.MH, meminta kepada seluruh komponen Bangsa dan seluruh rakyat, bangsa Indonesia untuk menyelamatkan Reformasi, Konstitusi dan Demokrasi Indonesia. Setelah MPR RI pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002 mengamandemenen UUD 1945, setiap pemilu, pilpres dan Pilkada, Bangsa Indonesia telah kehilangan Demokrasi Pancasila.
'Kita telah mengikuti Demokrasi barat yakni demokrasi Liberal. Mengakibatkan setiap 5 tahun diadakan Pemilu, Pilpres dan Pikada, menjadu sumber dari Korupsi, perpecahan, tawuran dan anarkis.
Sudangkan maksud dari Reformasi adalah tercapainya tujuan nasional masyarakat adil makmur dan sejahtera.
Adapun tuntutan Reformasi tahun 1998 itu ada 6 butir yaitu:
Keenam tuntutan tersebut adalah: pertama, penegakan supremasi hukum; kedua, pemberantasan KKN; ketiga, pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya; keempat, amandemen konstitusi; kelima, pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri), dan; keenam, pemberian otonomi daerah seluas luasnya," ujar Parasian dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/03/2024).
Adapun maksud dari tuntutan Amandemen konstitusi, bukan merubah UUD 1945, tetapi MPR RI membuat Ketetapan perubahan pasal-pasal seperti misalnya lamanya periode presiden dapat dipilih, bukan merobah UUD 1945. Kalau kita menoleh Untuk merobah UUD 1945 haruslah melalui Referendum, sebagaimana ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Nomo5 IV/MPR/1983 Tentang Referendum.
Maka, dalam sidang DPR RI sekarang ini mengusulkan kepada MPR RI untuk bersidang untuk menetapkan, mencabut Amandemen UUD 1945 tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002, dan Menetapkan Kembali ke UUD 1945. Apabila ada perubahan yang diperlukan seperti masa periode Presiden 2 kali pemilihan cukup di tetapkan MPR RI saja, tanpa merobah UUD 1945 Asli.
"Selamatkan Demokrasi Pancasila, dengan mengembalikan Permusyawaratan/Perwakilan, pemilihan Presiden oleh MPR RI, dan Kepala daerah oleh DPRD setempat," tutup Ketua Umum Dpn Gepenta guna menyelamatkan Reformasi, Konstitusi dan Demokrasi Indonesia.(fie)