Pembahasan RKUHAP Tak Akan Terburu-Buru, Harus Sinkron dengan KUHP Baru - Telusur

Pembahasan RKUHAP Tak Akan Terburu-Buru, Harus Sinkron dengan KUHP Baru

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Foto: internet

telusur.co.id - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, proses legislasi yang tengah berjalan di parlemen saat ini harus mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat.

"Saya rasa tidak terlalu lama, tapi juga tidak akan terburu-buru. Ya, kita lihat saja dalam periode sekarang ini," ujar Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/4).

Adies yang juga anggota Komisi III DPR RI itu mengungkapkan bahwa saat ini RKUHAP masih berada dalam tahap rapat dengar pendapat (RDP) bersama masyarakat sipil dan pakar hukum. Proses ini menjadi ruang penting bagi DPR untuk menjaring aspirasi publik sebelum masuk ke tahap pembahasan substansi.

"Kemarin juga sudah ada pertemuan di luar masa sidang, itu pun untuk mendengarkan masukan dari masyarakat. Semua harus didengar," tegasnya.

Salah satu alasan utama perlunya pembahasan RKUHAP adalah untuk menyelaraskan dengan KUHP baru yang telah disahkan dan dijadwalkan mulai berlaku pada Januari 2026.

"Harus betul-betul sinkron dengan hukum pidana yang barusan disahkan. Jangan sampai ada benturan," ucap Adies.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penyusunan RKUHAP harus mencerminkan nilai-nilai hukum Indonesia yang berlandaskan Pancasila, adat istiadat, dan budaya lokal. Dalam negara yang majemuk seperti Indonesia, lanjut Adies, harmonisasi hukum harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

"Indonesia ini kaya akan adat dan budaya dari Sabang sampai Merauke. Kita harus mendengar semua suara. Bhinneka Tunggal Ika itu bukan slogan saja, tapi harus jadi semangat kita dalam menyusun hukum nasional," katanya.

Adies juga menyinggung kompleksitas isi dari RKUHAP yang membuat pembahasannya tidak bisa dilakukan secara singkat. RUU ini mencakup banyak pasal dengan substansi teknis dan fundamental dalam sistem peradilan pidana.

"Apalagi RKUHAP ini pasalnya banyak. Kalau dibandingkan, beda dengan revisi UU TNI yang kemarin, yang krusial cuma tiga pasal saja. RKUHAP ini jauh lebih kompleks," ungkapnya.

DPR, menurut Adies, akan menjaga agar proses legislasi ini tetap akuntabel, terbuka, dan responsif terhadap kebutuhan hukum masyarakat modern, tanpa mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal.[ant]


Tinggalkan Komentar