Pembakaran Al Quran Terjadi Lagi di Denmark HNW: Pemerintah Harus Lebih Tegas dan Efektif Hentikan Radikalisme dan Islamophobia Ini - Telusur

Pembakaran Al Quran Terjadi Lagi di Denmark HNW: Pemerintah Harus Lebih Tegas dan Efektif Hentikan Radikalisme dan Islamophobia Ini


telusur.co.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid, MA mengutuk pembakaran Al Quran yang kembali terjadi di Swedia dan Denmark yang antara lain bahkan dilakukan di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Copenhagen, Denmark. HNW meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri untuk bersikap lebih tegas menghentikan tindakan intoleran radikal dan islamophobia tersebut. 

“Aksi intoleran radikal di Swedia dan Denmark tersebut harusnya tidak dibiarkan berkelanjutan. OKI, bahkan Presiden Jokowi memang sudah mengkritik keras, dan Pemerintah Indonesia telah memanggil Dubes Swedia dan Denmark di Indonesia dan menyampaikan protes keras. Namun, ternyata mereka masih saja pemerintah Swedia dan Norwegia membiarkan terjadinya tindakan intoleran dan radikal dengan pembakaran kitab Al Quran yang disucikan  oleh miliaran umat Islam sedunia termasuk lebih dari 200 juta umat Islam di Indonesia. Maka sikap Pemerintah itu tidaklah cukup. Perlu langkah yang lebih efektif. Bila perlu, memboikot produk2 Swedia dan Denmark dan atau mengusir Dubes Swedia dan Denmark dari negara2 anggota OKI termasuk Indonesia apabila Pemerintah Swedia dan Denmark tidak segera serius mengatasi tindakan radikal dan islamophobia dan menghukum berat pelakunga, dan tidak menghormati sikap penolakan Indonesia dan dunia Islam,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (15/8).

HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa aksi intoleran radikal dari sayap kanan yang kembali melakukan penistaan agama Islam dengan membakar Al Quran semakin marak terjadi di negara-negara Skandinavia. Peristiwa tersebut beberapa kali dilakukan di Denmark dan juga Swedia.

Oleh karena itu, HNW menyerukan agar Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia perlu efektif menggalang sikap bersama dunia Islam dan dunia anti islamophobia serta peduli HAM untuk mengutuk dan menghentikan aksi intoleran radikal tersebut. “Ada banyak forum yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah Indonesia, seperti forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Muslim Dunia, Dewan HAM PBB serta Majelis Umum PBB yang sudah menyetujui adanya Hari Internasional Melawan Islamophobia,” tukasnya.

Itu makin dimungkinkan, lanjut HNW, instrumen hukum internasional juga bisa dijadikan dasar untuk menghentikan aksi tersebut. Misalnya, Resolusi Dewan HAM PBB Nomor A/HRC/53/L/23 yang mengutuk pembakaran Al Quran serta Resolusi PBB yang disetujui oleh Sidang Umuk PBB pada 15 Maret 2022 yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Memerangi Islamophobia. “Aksi pembakaran Al Quran tersebut merupakan wujud konkret dari Islamophobia yang perlu diperangi secara bersama dan oleh Negara - Negara anggota PBB,” tukasnya.

HNW menambahkan, selain itu di level regional Eropa, Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa juga telah memberikan batasan yang konkret terkait kebebasan berekspresi dan penistaan agama. Dalam putusannya pada 2018 lalu, Pengadilan HAM Eropa menegaskan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW merupakan penistaan agama, dan tidak termasuk kebebasan berekspresi. Hal sejenis, seharusnya juga diterapkan terhadap kasus berulang pembakaran Kitab Suci Al Quran bahwa itu juga bukan termasuk kebebasan berekspresi.

Lebih lanjut, HNW menyayangkan bahwa Swedia dan Denmark yang kerap dianggap sebagai negara yang menegakkan prinsip-prinsip HAM dan juga tergabung dalam Council of Europe yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan HAM Eropa abai memperhatikan hal-hal penting semacam itu. “Sebenarnya dengan sikap PBB, Dewan HAM PBB serta Mahkamah HAM Eropa, sudah jelas dan tegas batasan antara penistaan agama dan kebebasan berekspresi. Penistaan Agama seperti terhadap kitab suci Al Quran, dan pelecehan Simbol Agama bukan bagian dari kebebasan berekspresi, bukan bagian dari HAM, yang karenanya harus dihentikan dan tidak ditolerir”pungkasnya.


Tinggalkan Komentar