Serikat Karyawan Adukan Polemik Manajemen Garuda Indonesia ke DPR - Telusur

Serikat Karyawan Adukan Polemik Manajemen Garuda Indonesia ke DPR


telusur.co.id - Dewan Pimpinan Pusat Serikat Karyawan Garuda Indonesia (DPP Sekarga) melaporkan kondisi manajemen maskapai pelat merah ke Komisi VI DPR, khususnya mengenai union busting. 

Ketua Umum DPP Sekarga Dwi Yulianta mengatakan, saat ini pihaknya sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Karena itu, Sekarga memohon perlindungan dari Komisi VI DPR. 

"Selain minta audiensi kami juga memohon perlindungan Komisi VI dari pengurus Sekarga terhadap laporan manajemen ke Polda terkait pencemaran nama baik atau fitnah di KUHP 310/311. Untuk bahan informasi, kami juga sudah mendapatkan support dari federasi BUMN kemudian juga dari nasional comitee congres (NCC) Indonesia dan kalau di internaional kami sudah didukung dari Internal Transport Federation. Mereka sudah mengirim surat ke Kemenaker terkait union busting," kata Dwi dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (19/6/24).

Kemudian, Sekertaris Jenderal Sekarga Novrey Kurniawan menjelaskan kronologi hubungan industrial di Garuda Indonesia yang kini tidak harmonis. Hal ini berawal dari banyaknya pelanggaran perjanjian kerja bersama (PKB) yang dilakukan manajemen.

Padahal, PKB adalah hasil kesepakatan antara pekerja yang diwakili serikat pekerja, dengan pengusaha dalam hal ini manajemen Garuda Indonesia.

"Namun, dalam pelaksanaannya banyak terjadi pelanggaran," tuturnya.

Novrey kemudian menguraikan sejumlah dugaan union busting, diantaranya penonaktifan secara sepihak email resmi Sekarga pada 23 Maret 2022. Sekarga sudah melaporkan persoalan ini kepada Direktur Human Capital, namun tidak dihiraukan.

Hal ini berdampak terhadap beberapa dokumen Sekarga serta komunikasi di email internal dan eksternal terganggu.

Berikutnya, eskalasi konflik antara serikat pekerja dan manajemen meningkat ketika Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, membuat sejumlah pernyataan dalam agenda BOD sharing session yang yang dihadiri seluruh karyawan pada 25 Oktober 2023. 

Irfan mengaku keberatan atas upaya pengurus Sekarga dalam melakukan advokasi terhadap anggotanya atas pelanggaran perjanjian kerja bersama. Karena berimplikasi terhadap terjadinya tekanan oleh manajemen kepada pengurus dan anggota Sekarga yang ikut mendukung perjuangan sekarga.

"Bahkan banyak pengurus dan anggota yang mundur karena takut diberi sanksi oleh manajemen dan hal ini sudah terjadi. Terakhir, apa yang kami alami saat ini ketika pengurus Sekarga melakukan rapat selalu dimonitor oleh unit keamanan Garuda Indonesia," ucapnya.

Selain itu, lanjut Novrey, manajemen melakukan pemberhentian secara sepihak atas iuran anggota Sekarga yang sebelumnya dilakukan melalui pemotongan payroll gaji karyawan. Pemberhentian dilakukan pada November 2023. Padahal pemotongan iuran ini sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir dan tidak pernah dipersoalkan.

Pada 27 November 2023, Sekarga pun telah mengirim surat klarifikasi hal tersebut kepada Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, tapi sampai hari ini surat tidak direspon dan digubris. Padahal ada dua serikat pekerja lain di DPR yakni Asosiasi Pilot Garuda Indonesia dan Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia. Namun cuma Sekarga yang iurannya dihentikan.

"Penghentian pemotongan iuran hanya dilakukan kepada Sekarga dan tidak dilakukan kepada dua serikat profesi lainnya," tegasnya.

Dugaan union busting selanjutnya adalah manajemen Garuda Indonesia menetapkan bahwa seluruh karyawan yang mengajukan perselisihan maka tidak berhak menerima kenaikan gaji pada tahun 2024 serta menerima bonus atau insentif atas kinerja tahun 2023. 

Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Irfan Setiaputra saat BoD sharing session 26 April 2024 dan sudah diimplementasikan pada tanggal 22 Mei 2024 tanpa ada komunikasi dengan serikat pekerja.

"Padahal jelas dinyatakan dalam perjanjian kerja bersama pasal 107 ayat 5 bahwa nilai besaran penyesuaian gaji harus disepakati antara perusahaan dan Sekarga. Padahal, seluruh karyawan yang saat ini menjalani perselisihan itu terjadi karena adanya pelanggaran PKB (perjanjian kerja bersama) oleh manajemen dan hal ini sudah mendapatkan keputusan dari anjuran Kemenaker, namun, justru karyawan yang mengajukan perselisihan karena pelanggaran tidak diberikan kenaikan gaji dan insentif tahunan," kata dia.[Fhr] 

 


Tinggalkan Komentar