telusur.co.id - Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, menyoroti perang tarif yang diluncurkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang merupakan salah satu kebijakan ekonomi paling kontroversial dalam sejarah perdagangan global. Hal tersebut disampaikan Ketua DPD RI pada Sidang Paripurna ke-12 DPD RI, Masa Sidang IV Tahun Sidang 2024-2025, bertempat di Gedung Nusantara V, pada selasa (15/4/2025).
Menurut Sultan perang tarif ini telah menciptakan gelombang ketidakpastian di seluruh dunia serta meningkatkan risiko resesi global sehingga memiliki dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia, meskipun Indonesia bukanlah pihak langsung dalam konflik ini, namun sebagai negara yang terintegrasi dalam rantai pasokan global, dampaknya akan terasa di berbagai sektor seperti potensi penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3% s.d. 0,5%.
“Sejak kebijakan tarif impor Presiden Trump diumumkan, memang masih terdapat jeda 90 hari sebelum penerapan tarif dilaksanakan. Namun kebijakan perang tarif ini akan memiliki potensi dampak seperti penurunan ekspor, fluktuasi harga komoditas, krisis daya saing industri manufaktur serta pengaruh terhadap pasar modal dan pariwisata,” jelasnya.
Sehubungan dengan hal tersebut Sultan menjelaskan bahwa harus ada langkah konkret untuk menyikapi kebijakan Amerika Serikat tersebut yang berimbas pada berbagai sektor di Indonesia.
“Pimpinan DPD sudah melakukan diskusi terkait dengan apa langkah awal yang perlu diambil pemerintah antara lain mempercepat reformasi struktural melalui deregulasi dan insentif fiskal untuk menarik investasi asing dan domestik, meningkatkan diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan terutama pada pasar AS, dan mengoptimalkan kerja sama regional, khususnya dalam kerangka ASEAN, untuk memperkuat ketahanan ekonomi kawasan,” pungkasnya.
Sultan menambahkan, bahwa pemerintah perlu penguatan kebijakan perlindungan industri lokal, menerapkan regulasi ketat untuk mengawasi barang-barang impor, terutama produk-produk yang bersaing langsung dengan industri lokal. Hal ini bertujuan untuk melindungi produsen domestik dari persaingan tidak sehat.
“Tentunya hal ini perlu penyelarasan dengan wacana pemerintah untuk membuka keran impor. Walaupun, pembukaan keran impor bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga pasokan komoditas, tetapi jangan sampai berdampak negatif pada perekonomian domestik”, ujarnya.[]