telusur.co.id - Kepailitan dapat dilihat sebagai ancaman sekaligus peluang, tergantung dari sudut pandang dan cara menanganinya. Sebagai ancaman, kepailitan mencerminkan kegagalan dalam mengelola keuangan atau bisnis, yang dapat menghancurkan reputasi, kehilangan aset, dan berdampak negatif pada karyawan serta pemangku kepentingan.
Namun, di sisi lain, kepailitan juga bisa menjadi peluang untuk melakukan restrukturisasi, mengevaluasi kelemahan, dan menciptakan strategi baru yang lebih efisien. Dengan pendekatan yang tepat, kepailitan tidak harus menjadi akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih kuat dan terarah.
“Diskusi mengenai kepailitan menjadi krusial karena Undang-Undang Kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) di Indonesia dinilai masih kurang matang dalam proses legislasi,” ujar dr Dr Erwin Syahrudin SH MH ketua penyelenggara, Selasa (14/1/2025).
Dalam Undang-undang Kepailitan seringkali menghadapi tantangan dalam hal substansi, karena norma yang ada belum mampu memberikan kepastian hukum yang memadai, terutama terkait proses penyelesaian utang dan perlindungan kepentingan kreditor maupun debitor.
Selain itu, budaya hukum masyarakat yang seringkali cenderung kompromistis dan kurang memahami detail norma kepailitan turut memperumit implementasinya dalam praktik. Norma kepailitan yang tidak jelas atau tidak adaptif terhadap perkembangan ekonomi modern berpotensi melemahkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing.
“Di sinilah pentingnya evaluasi yang berkesinambungan terhadap implementasi UU Kepailitan. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mengakselerasi pembenahan ini melalui pengkajian akademis yang kritis,”tambahnya.
Perguruan tinggi juga berfungsi sebagai wadah untuk mendidik generasi ahli hukum yang peka terhadap kebutuhan bisnis dan investasi. Melalui seminar, lokakarya, dan diskusi ilmiah, perguruan tinggi dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik hukum kepailitan. Lebih jauh lagi, kampus dapat bekerja sama dengan pemerintah, organisasi profesi, dan pelaku bisnis untuk menyusun naskah akademik yang menjadi dasar perubahan legislasi.
Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, perguruan tinggi tidak hanya berkontribusi pada pengembangan teori hukum, tetapi juga memastikan bahwa aturan yang dihasilkan lebih kontekstual, responsif, dan relevan bagi perkembangan ekonomi Indonesia.
Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara yang telah meraih predikat Unggul untuk program S1 dan S2, kini menghadapi tantangan baru untuk terus menyesuaikan ilmu pengetahuan hukum dengan dinamika praktik hukum di Indonesia yang semakin kompleks. Dengan perubahan regulasi yang cepat, perkembangan teknologi hukum (legal tech), dan kebutuhan pasar akan lulusan yang tidak hanya memahami teori tetapi juga memiliki keterampilan praktis, Fakultas Hukum dituntut untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pengadilan, lembaga penegak hukum, dan pelaku industri.
Selain itu, integrasi antara kajian akademik dan praktik hukum, misalnya melalui klinik hukum, magang intensif, atau riset terapan, menjadi krusial untuk menghasilkan lulusan yang mampu menjawab kebutuhan dunia hukum yang dinamis. Dengan terus berinovasi dalam kurikulum, meningkatkan kualitas penelitian, dan menjalin kemitraan strategis, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara dapat memainkan peran sentral dalam membentuk sistem hukum Indonesia yang lebih adaptif, progresif, dan berkeadilan.
Untuk menjawab tantangan penyesuaian ilmu hukum dengan dinamika praktik hukum di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta (FH UBJ) yang dipimpin Oleh Dekan Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum akan mengadakan seminar online pada 30 Januari 2025. Seminar ini dirancang sebagai ruang diskusi akademis sekaligus forum implementasi aktual untuk membahas berbagai permasalahan dan tantangan hukum kepailitan di Indonesia.
Dengan menghadirkan pakar hukum, praktisi, akademisi, serta pelaku bisnis, seminar ini bertujuan mengevaluasi celah dalam regulasi kepailitan, menawarkan solusi berbasis penelitian, serta mengidentifikasi peluang untuk memperkuat sistem hukum yang mendukung iklim bisnis dan investasi nasional.
“Seminar ini diharapkan tidak hanya menjadi wadah pembelajaran, tetapi juga menghasilkan rekomendasi strategis yang dapat membantu pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menyempurnakan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU,” tutupnya.(fie)