telusur.co.id -Menuntut ilmu tak mengenal usia, dan hal ini dibuktikan oleh Dr. Dra. Wiwik Dahani, M.T, seorang dosen Universitas Trisakti yang berhasil meraih gelar doktor di Program Studi S3 Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), di usia 63 tahun. Wiwik, yang akan diwisuda pada Wisuda ke-132 pada Sabtu, 27 September 2025 mendatang, menunjukkan bahwa semangat belajar tidak terhalang oleh usia atau tantangan apapun.
Wiwik yang telah mengabdi sebagai dosen selama hampir 40 tahun mengungkapkan bahwa alasan utama dirinya melanjutkan studi ke program doktoral adalah kecintaannya terhadap ilmu. Bagi Wiwik, menuntut ilmu adalah bagian dari mencari makna hidup yang lebih dalam, serta menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.
“Saya ingin memotivasi orang-orang di sekitar untuk semangat menuntut ilmu, yakni dengan menunjukkan jika saya bisa, kenapa mereka tidak,” tutur Wiwik, yang berhasil meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,95.
Wiwik yang juga seorang ibu dari tiga anak dan nenek dari lima cucu ini, melanjutkan kuliah di ITS bukan tanpa alasan. ITS merupakan salah satu kampus impiannya sejak masih di SMA, dan Surabaya sebagai kampung halamannya semakin memantapkan tekadnya untuk menuntut ilmu meskipun harus menempuh perjalanan panjang dari Jakarta ke Surabaya yang memakan waktu hampir sepuluh jam.
“Teman lama saya banyak yang di ITS, selain itu lingkungannya juga sangat mendukung dan maju untuk program doktoral saya,” ungkapnya.
Program doktoral Kimia yang dipilihnya juga sangat relevan dengan keilmuan yang digelutinya selama ini, yaitu di bidang pertambangan. Disertasi yang ia ambil membahas Pembuatan Frother Berbasis Minyak Sawit Mentah dan Karbon Aktif Bambu untuk Pemisahan Monasit dari Tailing Penambangan Timah. Dalam disertasinya, Wiwik fokus pada teknik pengambilan logam tanah jarang di Indonesia yang lebih efisien.
Menempuh pendidikan pada usia 63 tahun tentu bukan hal yang mudah. Wiwik mengakui bahwa kendala fisik sempat menjadi tantangan besar, terutama saat ia harus berhadapan dengan kondisi kesehatannya. Bahkan, tepat sebelum sidang promosi doktor, Wiwik sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun, meskipun begitu, Wiwik merasa kondisi fisiknya justru lebih baik selama menjalani pendidikan ini, yang ia yakini karena kecintaan dan semangatnya dalam belajar.
“Mungkin karena saya menjalaninya dengan senang dan sepenuh hati juga,” tambah Wiwik.
Meski tantangan fisik sempat muncul, dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar, termasuk kampus tempatnya mengajar, menjadi kekuatan utama Wiwik. Anak-anaknya yang semula mengkhawatirkan keputusan ibunya untuk melanjutkan studi akhirnya mendukung sepenuhnya setelah melihat semangat dan komitmennya.
Selama tiga tahun menempuh pendidikan doktoral, Wiwik berhasil melewati semua tantangan dengan keyakinan dan fokus pada tujuannya. Ia percaya bahwa kunci keberhasilan dalam menuntut ilmu terletak pada keyakinan diri dan keteguhan hati untuk menjalani proses dengan sepenuh hati.
“Jika kita punya keyakinan, maka mantapkan dan jalani itu dengan sepenuh hati,” tegasnya.
Setelah berhasil meraih gelar doktor, Wiwik berencana untuk terus berkarya selama sisa waktu 1,5 tahun masa kerjanya sebelum pensiun di usia 65 tahun. Bahkan, meski sudah pensiun nanti, Wiwik berkeinginan untuk tetap memberi kontribusi dalam dunia pendidikan dan pertambangan.
“Jika bisa, setelah pensiun pun saya tetap ingin turut berkarya dan memberikan manfaat,” harapnya.
Bagi Wiwik, bukan hanya gelar yang ia raih, tetapi proses perjalanan menuntut ilmu itu sendiri yang menjadi bagian yang paling berharga. Semangatnya sebagai mahasiswa dan dosen tidak hanya menginspirasi para rekan sejawatnya, tetapi juga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin ke-4 mengenai pendidikan berkualitas.
“Saya harap perjalanan ini dapat menjadi inspirasi generasi muda dalam menuntut ilmu,” tutup Wiwik dengan harapan agar semangatnya dapat memberi dorongan kepada banyak orang untuk tidak pernah menyerah dalam mengejar ilmu, tak peduli usia atau tantangan yang ada.