Antrean Pangan Bersubsidi Seperti War Tiket Konser, PSI Jakarta Soroti Kinerja BUMD DKI - Telusur

Antrean Pangan Bersubsidi Seperti War Tiket Konser, PSI Jakarta Soroti Kinerja BUMD DKI

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo

telusur.co.id - Berbagai permasalahan penyaluran pangan bersubsidi untuk penerima KJP Plus oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disorot dalam Rapat Evaluasi Penyerapan/Realisasi Anggaran sampai Bulan Mei 2025 di DPRD Provinsi DKI Jakarta.

Salah satu permasalahan yang disuarakan Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, adalah antrean panjang yang harus dilalui oleh masyarakat penerima KJP Plus ketika ingin menebus pangan bersubsidi yang menjadi haknya.

“Mengacu Pasal 6 ayat (1) dan 8 ayat (1) Pergub DKI Jakarta Nomor 28 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Pangan dengan Harga Murah, maka BUMD yang bertanggung jawab mendistribusikan pangan bersubsidi bagi penerima KJP Plus adalah Dharma Jaya dan Food Station, bekerja sama dengan Pasar Jaya,” katanya dalam rapat pada hari Selasa (1/7/2025).

“Namun kendala antrean panjang dan belum pasti dapat pangan bersubsidinya, sudah berulang-ulang disampaikan selama setidaknya beberapa bulan terakhir ini. Penerima KJP Plus harus rebutan untuk dapat tiket antrean, seperti war tiket konser-konser,” sambungnya.

Francine mempermasalahkan adanya warga yang harus mengantre dari pagi-pagi sekali, akan tetapi tidak kebagian pangan bersubsidi yang harusnya sudah dihitung kuantitasnya agar mencukupi kebutuhan masyarakat setempat.

“Lalu kalau misalnya nih, mereka sudah antre dari pagi-pagi, antreannya luar biasa panjangnya, padahal harusnya kan sistem antrean ini sudah sesuai dengan kuotanya, tapi kenyataannya antreannya masih panjang,” ujarnya.

“Kedua, sudah antre panjang malah tidak dapat pangan bersubsidinya. Hal ini mengindikasikan adanya pelaksanaan yang buruk dalam distribusi. Atau bahkan, mungkin stoknya tidak tersedia sehingga mungkin dipersulit, apakah seperti itu atau bagaimana kendalanya,” lanjutnya mempertanyakan proses penyaluran pangan bersubsidi yang berulang kali dikeluhkan masyarakat.

Dalam kesempatan sama, Francine juga mengangkat permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di Pulau Tidung. Ketika melakukan inspeksi mendadak (sidak), ia menemukan keberadaan Jakgrosir yang jauh dari pemukiman warga karena berlokasi di Pulau Tidung Kecil.

“Kami juga menerima banyak aduan dari masyarakat Pulau Tidung bahwa untuk menebus pangan bersubsidi itu mereka harus jalan kaki ke Pulau Tidung Kecil. Dari area tempat wisata melalui jembatan cinta sampai JakGrosir itu kurang lebih jaraknya sekitar 1,4 kilometer. Jalan kaki pulang pergi sekitar 40 menit. Kalau dari pemukiman warga Tidung, jaraknya sekitar 3,3 km dan jalan kaki pulang pergi sekitar 1,5 jam,” tutur Francine menceritakan aduan warga.

Francine mempertanyakan mengapa Jakgrosir untuk warga Pulau Tidung dibangun jauh dari wilayah pemukiman, yaitu di Pulau Tidung Kecil di mana itu merepotkan warga ketika ingin berbelanja sehari-hari.

“Mengapa penempatan lokasinya bukan di tempat yang padat penduduk, mendekat dengan warga, tetapi justru ditaruh di pulau yang jauh dan hampir tidak berpenghuni tersebut. Melewati Jembatan Cinta yang aksesnya pakai tangga dan tidak ada lajur sepeda sehingga warga kerepotan kalau jalan kaki membawa barang berat,” ucapnya.

Ia juga menyorot ketiadaan ayam dan daging yang dijual di Jakgrosir itu.

“Lalu ketika kami cek di sana, stok daging itu tidak ada, kosong sama sekali di Jakgrosir. Infonya daging ayam dan sapi tidak tersedia dan hanya dijual untuk pangan bersubsidi saja,” tutupnya. [ham]


Tinggalkan Komentar