telusur.co.id - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membolehkan kampanye Pilkada dengan menggelar konser musik saat masa pandemi Covid-19, menuai kritik dari musikus senior Anang Hermansyah.

"Aturan KPU ini kok kontradiksi dengan kebijakan pemerintah soal larangan kegiatan kesenian seperti aktivitas musik di cafe. Kalau memang bisa, ya buka juga cafe dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan pengendalian Covid-19 dengan ketat," ujar Anang di Denpasar, Bali, Rabu (16/9/20) 

Mantan anggota DPR periode 2014-2019 ini menjelaskan, hingga saat ini, profesi seniman khususnya musisi di kafe-kafe kesulitan dalam menggelar kegiatan bermusik yang biasanya dilakukan di cafe dan tempat hiburan.

Padahal, salah satu profesi yang hingga saat ini terpukul akibat Covid adalah para seniman khususnya yang selama ini berkesenian di cafe dan tempat hiburan. 

"Aturan KPU ini terus terang membuat kita bingung. Kalau memang boleh ya ayo kita buka cafe dan tempat hiburan dan kita terapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat," tegas Anang. 

Namun jika pemerintah konsisten, imbuh Penasihat Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) ini, sebaiknya aturan kampanye dengan menggelar konser musik agar ditiadakan. 

Jika aturan ini tetap diterapkan ada asas keadilan yang dilanggar oleh pemerintah. "Saran saya, baiknya aturan tersebut ditiadakan. Ada asas keadilan yang dilanggar. Musisi cafe tentu tidak mendapat perlakuan yang sama atas kebijakan ini," sebut Anang. 

Menurut Anang, jika pemerintah bersikap adil, aturan tersebut dapat diadposi oleh musisi cafe agar tetap dapat berkesenian di situasi pandemi ini. 

"Jika aturan tersebut dapat diterapkan di musisi cafe khususnya itu cukup baik, dengan syarat dan ketentuan yang sama seperti ada pembatasan pengunjung, menerapkan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan gugus tugas Covid-19 di tiap-tiap daerah," tandas Anang. 

Terpisah, Ketua Umum FESMI Candra Darusman mendukung pandangan Anang mengenai peraturan KPU tentang kampanye saat masa Pilkada. 

Ia mempertanyakan sikap pemerintah yang longgar dalam urusan pilkada namun ketat dalam urusan ekonomi pekerja musik. 
"Mengapa untuk urusan kekuasaan, aturan musik longgar, sedangkan untuk urusan kemanusiaan (musisi jalanan serta cafe yang mencari nafkah) aturan musik dipersulit," tandasnya.[Fhr]