telusur.co.id - Tokoh nasional Rizal Ramli menyebut persidangan Imam Besar Fron Pembela Islam atau FPI, Habib Rizieq Shihab, sebagai pengadilan politik yang sekadar mengikuti keinginan kekuasaan. Pengadilan yang dialami Habib Rizieq bukanlah pengadilan hukum biasa, melainkan pengadilan politik.
"Saya waktu Habib di Mekkah, sering pidato mau pulang ke Indonesia, mau pimpin revolusi. Berapa kawan-kawan datang ke rumah, tanya, bagaimana menurut pendapat Pak RR? Saya katakan hati-hati, karena kalau mau pulang ke Indonesia dengan tujuan memimpin revolusi pasti akan dijadikan target oleh yang kuasa," ujar ekonom senior, Rizal Ramli (RR) saat berbincang dengan Neno Warisman dalam video, Minggu (4/4/2021).
Ia kemudian mengingatkan peristiwa people power di Filipina. Saat itu, ada tokoh oposisi ditembak aparat setempat di dalam pesawat saat tiba di negaranya. Peristiwa itu kemudian memicu masyarakat bergerak hingga Presiden Ferdinand Marcos jatuh.
"Nah pesan ini mungkin disampaikan oleh teman-teman sehingga ketika mendarat di Cengkareng, pidato Habib diubah mau memimpin revolusi akhlak. Saya baca itu, wah senang. Yang kuasa pun akan senang. Karena kalau hanya khotbah revolusi akhlak enggak ada masalah. Tapi Habib 3 hari 4 hari kemudian nyerang (mengkritik) lagi, ya akhirnya jadi targetlah," terang RR.
Ia menceritakan pengalamannya yang juga pernah diadili pada 1978 lalu saat masih menjadi mahasiswa Institute Teknologi Bandung di era Orde Baru. Saat itu, ia merasa diadili di pengadilan politik yang pasti akan dihukum.
"Saya respons yang sifatnya legal oleh pada lawyer, tapi kita lakukan juga mobilisasi. Itu seluruh jalan Riau penuh dengan mahasiswa dan anak muda. Kami juga memprotes perlakuan hukum yang sudah dirancang untuk menghukum kami. Akhirnya kami dihukum rata-rata antara satu setengah tahun dan kawan-kawan dan lain-lain," tambah RR.
RR menyatakan, pengadilan itu harus disikapinya tidak bisa hanya sekadar legal formal, tapi juga harus direspons secara politik. (Fir)