telusur.co.id - Parlemen Pakistan berhasil melengserkan Imran Khan dari jabatannya sebagai perdana menteri. Di tengah usahanya mempertahankan jabatan, kini Imran kembali menghadapi tuduhan makar melalui sejumlah petisi yang telah diajukan ke berbagai pengadilan. Imrah yang dituduh melawan konstitusi segera diadili.
Selain Imran, semua orang yang berpartisipasi dalam menghalangi pemungutan suara parlemen juga menghadapi tuduhan makar. Diantaranya, Presiden Arif Alvi, Ketua Majelis Nasional Asad Qaisar, Wakil Ketua Qasim Shah Suri dan dua mantan menteri, Shah Mahmood Qureshi dan Fawad Chaudhary
Namun, Ketua Pengadilan Tinggi Islamabad Athar Minallah, menolak salah satu petisi dengan menyebutnya semberono, seperti dimuat Islam Khabar.
Setelah beberapa upayanya gagal dalam memblokir mosi tidak percaya, Imran membubarkan Majelis Nasional. Mahkamah Agung menganggap keputusan tersebut inkonstitusional setelah memanggil semua pihak untuk melakukan sidang selama empat hari.
Di samping itu, Imran juga mengirim surat diplomatik Kantor Luar Negeri kepada Ketua Hakim Pakistan Umar Ata Bandial, dengan mengklaim bahwa negara asing mengirim pesan ancaman melalui utusan Pakistan.
Dalam petisi yang ajukan publik, tindakan tersebut melanggar Pasal Pasal 5(1) di mana kesetiaan kepada negara dan kepatuhan pada konstitusi dan hukum merupakan kewajiban yang tidak dapat diganggu gugat dari setiap warga negara.
Pasal lain yang termasuk dalam petisi adalah Pasal 6, yang menyatakan bahwa setiap orang yang membatalkan atau mencoba untuk membatalkan konstitusi dengan menggunakan kekuatan akan bersalah atas makar tingkat tinggi, menambahkan bahwa tindakan makar tidak dapat disahkan oleh pengadilan mana pun termasuk Mahkamah Agung.[Fhr]



