Ari Yusuf Amir: HRS Bukan Musuh Negara - Telusur

Ari Yusuf Amir: HRS Bukan Musuh Negara

Habib Rizieq Shihab bersama Ketua Dewan Penasehat LBH Yusuf, Ari Yusuf Amir. [Ist]

telusur.co.id - Jika tidak ada aral melintang, rencananya Selasa (10/11/20) lusa,  Pendiri Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab atau HRS tiba di Indonesia setelah hampir 3,5 tahun menetap di Arab Saudi.

Ketua Dewan Penasehat LBH Yusuf, Ari Yusuf Amir menilai kepulangan HRS sudah dinantikan para pengikutnya. Ari mengungkapkan bahwa selama 20 tahun lebih dirinya mengikuti kegiatan-kegiatan HRS tak ada satu pun kiprah dan tindakan HRS yang dapat diklasifikasikan mengancam keutuhan NKRI dan ideologi Pancasila.

“Sebaliknya, bila dicermati, justru ucapan dan tindakannya sangat tepat untuk digunakan bagi usaha memperkuat moral dan ketahanan bangsa dan negara yang tercinta ini,” ujar Ari yang pernah beberapa kali menjadi pengacara HRS itu kepada media, di Jakarta, Minggu (8/11/20).

Menurut Ari, banyak sekali kiprah dan bakti HRS bersama para pengikutnya yang bermanfaat untuk bangsa dan negara, yang dilakukan tanpa pamrih. Semua dilakukannya di luar kedudukan formal dan tanpa dukungan fasilitas negara.

“Banyak pula bukti tentang kiprah HRS bersama organisasinya di lapangan, yang sangat konstruktif dan bermanfaat secara langsung bagi warga,” terang Ari.

Ari mencatat sejumlah kontribusi positif yang dilakukan HRS untuk negara dan bangsa ini. Pertama, aksi penyelamatan korban tsunami Aceh (2004), dan penggalangan kerjasama anggota masyarakat untuk membangun kembali Aceh pasca bencana.

“Warga Aceh mencatat dengan baik fakta ini,” ujar Ari.

Kedua, HRS menjadi inisiator aktif di lapangan untuk menengahi para pihak yang bertikai dan mencari solusi dalam rangka upaya penyelesaian konflik horizontal di Poso (1998-2001) dan di Ambon (2002). Ketiga,  lanjut Ari, HRS berperan aktif sebagai tokoh masyarakat yang membantu aparat keamanan dalam penegakan hukum terhadap pelaku Peristiwa Tanjung Priok, Kampung Melayu.

“Dan langkah penertiban sosial di Jatinegara dan Kali Jodo, seluruhnya di Jakarta,” ujarnya.

Keempat, HRS melakukan gerakan masif dalam rangka syiar agama untuk membangun toleransi di tengah keberagaman di Nusantara, dan menjadi bagian terpenting dalam aktivitas pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara mandiri oleh organisasi nirlaba. 

Kelima, ketika masyarakat Jakarta menderita karena musibah banjir, HRS pula yang membantu pemerintah dalam menyediakan Posko Banjir bagi warga yang terkena musibah sejak 2014.

“Tentu masih banyak kiprah konstruktif HRS lainnya, seperti memotori pertemuan lintas etnis dan agama sejak 2006. Beliau juga inisiator dialog antarumat untuk memperkokoh toleransi beragama, kerjasama antarumat, dan menjaga kebhinekaan di negeri ini,” urai Ari.

Menurut Ari, ketokohan HRS terbentuk karena berlatar seorang pendidik. Sebelum dikenal luas sebagai pemimpin ormas FPI, HRS antara lain adalah kepala Madrasah Aliyah Jamiatul Khair.

“Daya kritis beliau merupakan ciri khas seorang yang berkecimpung di lapangan pendidikan,” ucap Ari.

Sejujurnya, bagi Ari, HRS adalah tokoh dari kalangan informal yang menjadi penyeimbang bagi negara dalam menegakkan moral di masyarakat dan aktor negara dalam menyelenggarakan tatanan berbangsa dan bernegara dengan baik dan benar. Tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan agenda politik di balik kiprahnya.

“Bahkan sejak 2004, ada jutaan warga FPI diberi kebebasan memilih siapapun dalam kontestasi politik, tanpa sekat-sekat keberpihakan,”ujar Ari.

HRS, lanjut Ari, menjadi guru moral bagi umat yang mencintainya. Namum ironisnya, di sisi lain, oleh sejumlah pihak,  HRS dianggap sebagai aktor yang mengganggu bagi keleluasaan pelaku praktek kebathilan di masyarakat dan negara, sehingga secara ekstrim kerap diasosiasikan sebagai musuh negara.

Suara kebenaran untuk menuntut keadilan yang disuarakan HRS dengan keras dan lantang dianggap sebagai perbedaan pendapat yang destruktif bagi sekelompok orang yang merasa merepresentasikan negara.

“Demo dan kritik yang disampaikannya, yang sejatinya sah dalam negara demokrasi, justru dikualifikasikan sebagai merongrong kekuasaan dan kewibawaan politik. Sikap ini disayangkan karena akan memundurkan kualitas demokrasi di negeri ini,” tukas Ari.

Faktanya, menurut Ari, banyak pihak yang gelisah karena kritik dalam dakwah HRS yang selalu disampaikannya dalam bahasa yang lugas, tegas, penuh sindiran yang menyinggung perasaan dan wibawa semu.

“Namun semua itu bukanlah perbuatan melawan hukum dalam batas koridor konstitusi untuk kebebasan berpendapat di negeri ini,” terang Ari.

Diakui Ari, keberadaan tokoh sekaliber HRS dalam negara demokrasi, sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam membangun kesejahteraan oleh negara. HRS adalah aktor non-negara yang memiliki kepedulian yang bersifat evaluatif, konstruktif, dan kritis terhadap penyelenggaraan negara dan kehidupan berbangsa.

“Seyogyanya aktor-aktor negara justru memberikan respek kepadanya sebagai mitra dialog guna mengoreksi kealpaan dan kelalaian,” ucapnya.

Ari menegaskan, sekali lagi, HRS bukanlah musuh negara. Kecuali oleh sekelompok orang yang menghendaki praktek monopoli, yang merasa terganggu dalam memonopoli sumber daya negeri. HRS selalu mendorong penegakan hukum terhadap anggota FPI yang melakukan pelanggaran hukum. Seandainya pemerintah mau membuka dialog dengan HRS, dipastikan HRS akan membuka diri.

“Bagaimanapun selama ini HRS selalu bersedia berdialog dengan siapapun. Tentu saja sepanjang tidak ada 'pemain' yang menodai upaya baik ini,” ujar Ari. [Tp]


Tinggalkan Komentar