telusur.co.id - Dugaan korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) senilai Rp 3,3 triliun kembali mencuat setelah Aktivis Pegiat Antikorupsi, Gede Angastia melaporkan anggota DPR RI asal Bali, Gde Sumarjaya Linggih (GSL) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Laporan ini menyoroti dugaan pelanggaran etik, penyalahgunaan wewenang, serta konflik kepentingan yang merugikan negara hingga Rp 319 miliar.
Angastia menjelaskan bahwa, GSL tercatat sebagai Komisaris PT Energi Kita Indonesia (EKI) dalam akta notaris di Kementerian Hukum dan HAM. Namun, saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2020, GSL mengaku tidak tahu-menahu soal perusahaan tersebut. Pernyataan ini terbantahkan setelah bukti dokumen menunjukkan bahwa GSL masih menjabat sebagai komisaris ketika PT EKI memenangkan proyek pengadaan APD yang bersumber dari APBN.
“Ini bukan sekadar dugaan pelanggaran etik biasa. Sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, GSL memiliki kewenangan yang berhubungan langsung dengan kebijakan pengadaan barang dan jasa, termasuk proyek ini. Fakta bahwa PT EKI belum memenuhi syarat tetapi tetap ditunjuk menunjukkan adanya intervensi langsung atau tidak langsung,” beber Angastia di Gedung DPR RI. Kamis, (27/3/2025).
Selain dugaan penyalahgunaan wewenang, Angastia juga menyoroti adanya konflik kepentingan dalam kasus ini.
“Bagaimana mungkin, seorang anggota DPR RI yang berperan dalam pengawasan kebijakan ekonomi dan perdagangan justru menjadi komisaris di perusahaan yang mendapatkan proyek dari pemerintah? Ini jelas konflik kepentingan,” tegasnya.
Pergantian jabatan komisaris dari GSL ke anaknya, Ajus Linggih, lalu ke pihak lain pada November 2020, semakin memperkuat dugaan adanya upaya mengaburkan jejak.
“Pergantian ini patut dicurigai sebagai strategi cuci tangan. KPK seharusnya sudah bergerak sejak lama,” tambah Angastia.
Dalam laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dari total anggaran Rp 3,3 triliun, negara mengalami kerugian hingga Rp 319 miliar. Direktur PT EKI telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi hingga kini GSL belum tersentuh proses hukum.
Angastia menegaskan bahwa, ini bukan pertama kalinya GSL dilaporkan ke MKD DPR RI.
“Sebelumnya, masyarakat juga pernah melaporkan dugaan pelanggaran lain oleh GSL. MKD harus segera mengambil tindakan tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi integritas DPR RI,” ucapnya.
Sementara itu, GSL sebelumnya berdalih bahwa, ia tidak mengetahui jika perusahaan tersebut digunakan sebagai rekanan proyek APD.
“Saya hanya menjabat sebagai komisaris selama tiga bulan, dan awalnya perusahaan ini didirikan untuk mendirikan pabrik pipa,” papar Linggih.
Di samping itu. selain Angastia
melaporkan ke KPK, MKD DPR RI, juga langsung melaporkan dugaan korupsi APD Covid-19 ke Kejagung dalam rangka membantu pemerintahan Prabowo-Gibran untuk bersama kawal pemerintahan yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). (wed/ari)