telusur.co.id - Dugaan adanya jamaah haji yang berangkat tanpa melalui antrean dalam musim haji 2023 memicu keprihatinan banyak kalangan. Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, mencurigai kejanggalan ini sarat kepentingan politik dan beraroma korupsi.
Menurut Adib, kejanggalan ini harus segera diselidiki, bahkan dilakukan investigasi khusus oleh BPK RI, sehingga tidak timbul polemik di masyarakat. Selain itu hak para calon jemaah haji juga dibela oleh negara.
"Kami meminta agar BPK segera lakukan pemeriksaan menyeluruh. Bahkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) saya kira wajib. Karena besar dugaan banyak jamaah haji yang merasa sangat dirugikan atas kebijakan Menag ini," ujar Adib.
Saat rapat kerja komisi VIII, disebutkan jika hari terakhir pengisian kuota yaitu pada tanggal 14 Juni 2023, namun kata Adib, Menag malah membuka pengisian kuota yang tidak berdasarkan nomor urut antrean. Kuota itu diberikan kepada siapa saja yang membayar BIPIH, kemudian diberikan kuota reguler.
"Sebab kalau kita telaah dalam undang-undang dan peraturan turunannya, ketentuan pemberangkatan jamaah haji telah diatur dalam regulasi yang ketat. Namun apa yang telah dilakukan Menag Yaqut ini diduga melanggar UU no.8/2019, Permenag sendiri, hingga peraturan dirjen," paparnya.
"Bahkan menurut info, jamaah haji yang khusus diberangkatkan tanpa antrian itu merupakan orang-orang dari kelompok dan tokoh-tokoh tertentu, yang diduga akan diberdayakan untuk kepentingan politik di pemilu 2024," sambungnya.
Apa yang dilakukan Menag, kata Adib, tentu menyakiti hati calon jamaah haji lainnya. Mereka yang harus menunggu puluhan tahun harus 'ditikung' jamaah yang tanpa antrean.
“Saat ini bahkan ada sekitar 14 daerah yang masa tunggunya di atas 35 tahun di antaranya Kabupaten Bantaeng 46 tahun, Kabupaten Sidrap 44 tahun, Pinrang 42 tahun, Pare-Pare 40 tahun, Makasar 39 tahun, Bontang 38 tahun, dan Janeponto 38 tahun,” terangnya.
Selain soal keadilan bagi jamaah, Adib juga meminta BPK menghitung potensi kerugian negara dalam perkara ini. Pasalnya, biaya haji yang ada saat ini sebagian masih disubsidi pemerintah.
"Subsidi itu diberikan dari pemanfaatan dana haji para jamaah yang menunggu tersebut. Lantas berapa besar subsidi untuk jamaah yang berangkat tanpa antrian ini? Kok bisa diduga dipakai untuk kepentingan tertentu?" tandasnya. (Ts)