Kasus Dugaan Mafia Tanah, DPR Akan Panggil BPN - Telusur

Kasus Dugaan Mafia Tanah, DPR Akan Panggil BPN

Ilustrasi foto sertifikat tanah. Foto ist

telusur.co.id - DPR memastikan akan mengecek dan mempelajari duduk perkara kasus dugaan mafia tanah Cakung, Jakarta Timur. Bahkan, menurut Anggota Panja Mafia Tanah DPR, Yanuar Prihatin, pihaknya bisa memanggil pihak BPN, lantaran kasus tanah Cakung ini terasa janggal. 

“Perlu kita panggil teman-teman BPN untuk memberikan informasi terkait duduk perkaranya. Kasus ini aneh juga. Masa pelapornya kabur, tetapi terlapor dijadikan tersangka,” kata Yanuar Prihatin, anggota Komisi II DPR ini kepada wartawan, Rabu (22/12/2021).

Yanuar mengatakan mafia tanah itu harus diberantas karena mengacaukan proses peralihan tanah yang normal jadi kacau. Untuk persoalan ini Komisi II sudah memberikan peringatan kepada BPN. 

“Kan kita tahu soal mafia ini bukan pihak yang berdiri sendiri. Dia punya network, punya jaringan, punya orang dalam, makanya kita warning temen-temen di BPN agar menjadi perhatian,” tegas dia.

Terhadap hal sama, Ketua Harian Kompolnas RI, Irjen (Purn) Benny Mamoto mengatakan pihaknya bakal mengawasi dan memonitor kembali penanganan perkara dugaan mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur.

“Betul sekali. Kami akan melalukan supervisi penanganan kasus mafia tanah, khususnya yang diadukan ke Kompolnas,” kata Benny di kesempatan berbeda.

Sepengakuan Benny, pihaknya sudah rapat bersama membahas penanganan mafia tanah sekaligus meneruskan aduan yang masuk ke Kompolnas soal mafia tanah. Selama ini, Kompolnas banyak menerima aduan dari masyarakat korban mafia tanah. 

“Untuk membasmi mafia tanah perlu langkah tegas, keras, konsisten dan berkelanjutan. Tanpa bantuan oknum terkait, maka mafia tanah akan terkendala dalam beroperasi, apalagi menyangkut penggunaan dokumen palsu,” jelas dia.

Pakar Hukum Universitas Tarumanegara, Gunawan Widjaja meminta Kepolisian transparan dan profesional dalam menangani kasus dugaan mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur. Karena, Benny Tabalujan sudah jadi tersangka di Polda Metro Jaya, tapi ada penetapan tersangka lain di Bareskrim Polri.

“Itulah pentingnya keterbukaan data kepemilikan tanah, sehingga hal-hal yang terbuka ke publik tidak lagi menghebohkan,” katanya.

Selain itu, kata Gunawan, BPN juga harus tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, putusan PTUN tidak menentukan siapa pemilik sebidang tanah. Hal ini harus diputuskan secara keperdataan.

Dalam praktik saat ini, ia mengakui memang sering timbul kerancuan terhadap putusan PTUN yang sering dipakai sebagai dasar kepemilikan. Padahal, konsep kepemilikan adalah konsep keperdataan bukan administrasi negara.

“Dengan demikian selama proses perdata masih berlangsung dan belum diputus kepemilikannya, maka BPN tidak boleh melakukan tindakan apapun juga, apalagi menetapkan kepemilikan bidang tanah atas nama pihak tertentu. BPN tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pemilik suatu bidang tanah tertentu,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Profesor Amad Sudiro. Kata dia, seharusnya BPN tidak mengeluarkan suatu kebijakan atau surat keputusan terhadap kepemilikan status tanah yang masih bersengketa.

“Menurut saya, Menteri ATR/BPN terlalu prematur ya. Kalau tanah itu masih sengketa, harusnya statusnya tunda dulu sampai ada putusan pengadilan yang jelas siapa pemilik yang sahnya, agar tidak beralih ke pemegang yang tidak hak,” jelas Sudiro.

Ia juga meminta KY untuk mengambil peran mengawasi proses peradilan. Sebab, oknum lembaga peradilan bisa saja potensial terlibat dalam bagian dari mafia peradilan, khususnya kasus-kasus yang terkait dengan sengketa pertanahan.

“KY harus menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,” tandasnya.

Diketahui, Tim Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan delapan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN), satu orang pensiunan pegawai BPN dan satu orang sipil sebagai tersangka kasus keterangan palsu ke dalam akta otentik dan/atau pemalsuan akta otentik dan/atau pemalsuan surat. Sehingga, total tersangka ada sepuluh orang dalam perkara tersebut.

Adapun, sepuluh orang yang dijadikan tersangka adalah Yuniarto, Eko Budi Setiawan, Marpungah, Tri Pambudi Harta, Siti Lestari, Taryati, Kanti Wilujeng, dan Warsono yang merupakan Pegawai BPN. Lalu, satu orang pensiunan Pegawai BPN bernama Marwan dan satu warga sipil, Maman Suherman.

Mereka dijadikan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara atas laporan dari Direktur PT. Salve Veritate, RA pada 28 Oktober 2020, dengan nomor laporan polisi: LP/B/0613/X/2020/Bareskrim. [ham]


Tinggalkan Komentar