telusur.co.id - Benefita Diva Putra Wibowo namanya, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (FEB UNAIR) yang berkesempatan studi di universitas ternama di Inggris yaitu University of York. Ia belajar disana melalui program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA).
Kepada Unair News, Ben sapaan akrabnya mengaku bahwa, ia berkesempatan studi di Inggris merupakan hal yang ia dambakan sejak lama. Melalui IISMA, ia tak ingin membuang kesempatan yang tidak datang kedua kalinya. Segala jerih payah ia kerahkan untuk menjadi salah satu awardee IISMA 2023.
“Jujur, perjuanganku untuk mendapatkan IISMA ini sangat panjang. Aku hanya memiliki waktu tiga bulan untuk mempersiapkan segala dokumen termasuk english proficiency test (EPT), paspor termasuk esai. Alhamdulillah, semuanya dapat aku lewati hingga kini aku dapat berkuliah di York,” tutur Ben. Rabu, (03/12/2023).
Culture Shock
Ben menceritakan, menjadi salah awardee merupakan anugerah baginya. Pasalnya, itu merupakan kali pertamanya untuk hidup mandiri di negara orang. Tentunya, ia merasakan beberapa hal perbedaan yang signifikan selama di Inggris.
Mahasiswa FEB itu menambahkan, salah satu perbedaan yang ia rasakan pada perbedaan makanan yang sangat berbeda. Menurut pengakuannya, ia harus beradaptasi cukup lama agar terbiasa dengan makanan Inggris. Perbedaan tersebut nampak pada penggunaan bahan makanan.
“Mungkin sejak pertama aku sampai di Inggris, perbedaan yang pertama kali aku rasakan yakni makanan. Karena mayoritas makanan di Inggris kurang berbumbu dan cenderung hambar. Beda halnya dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang terbiasa dengan makanan yang kaya akan rasa dan medok,” jelasnya.
Tak hanya pada makanan, Ben juga mengalami culture shock pada sistem pendidikan di Inggris. Ia mengatakan, studi di Inggris cenderung lebih fleksibel dan tidak kaku. Salah satu perbedaan yang nampak jelas yaitu pada kebijakan attendance class.
“Kalo di Indonesia itu absen juga menjadi faktor penting selama studi. Berbeda halnya dengan University of York yang memiliki kebijakan absen merupakan bukan hal yang urgensi. Penilaiannya berfaktor kepada esai akhir semester,” sambungnya.
Ben menyebut, para dosen di York sangat terbuka kepada mahasiswanya. Mereka selalu memberikan kesempatan setiap kelasnya untuk berdiskusi bersama mengenai topik pembelajaran di kelas. Waktu belajar di kelas juga tidak terpaut waktu yang lama.
“Selama di kelas aku merasa seperti seminar atau talkshow karena para lecture lebih menyukai sistem diskusi daripada harus menerangkan dengan cara yang monoton. Menurutku, ini merupakan langkah efektif untuk mahasiswa cepat memahami pembelajaran di kelas,” paparnya.
Aksi Sosial
Mahasiswa asal Sidoarjo itu menerangkan, selama di York ia tak hanya mengenyam pendidikan. Namun melakukan aktivitas sosial dan bertukar budaya bersama mahasiswa lokal disana. Salah satunya, pada kegiatan Batik Day dalam rangka merayakan Hari Batik Nasional.
Salah satu rangkaian dari Batik Day yakni memperkenalkan budaya Indonesia. Seperti, memperkenalkan jenis batik, mainan tradisional dan kain tradisional pada mahasiswa lokal. Tak hanya itu, mereka juga menjual berbagai baju tradisional khas Indonesia, batik kit dan jajanan khas Indonesia.
“Nah, batik kit ini diperjualbelikan pada mahasiswa lokal sana untuk belajar bersama dengan kita. Dalam satu kit telah lengkap dengan kain, lilin dan alat membatik. Hasil penjualan tersebut didonasikan ke St. Leonard’s Hospice. Berkat penjualan tersebut, kami mendapatkan 215 GDP,” tegas dia.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa Indonesia berkuliah di luar negeri melalui IISMA.
“Tentu ini merupakan pengalaman yang tak pernah aku lupakan. Harapannya, seusai mengenyam pendidikan dapat berkontribusi untuk pendidikan di Indonesia,” tutup Ben. (ari)