Komisi III DPR Sesalkan Kasus Hakim Terima Suap Kian Marak - Telusur

Komisi III DPR Sesalkan Kasus Hakim Terima Suap Kian Marak


telusur.co.id - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menyesalkan kasus hakim terima suap terus muncul hingga menjadi sinyal jebolnya integritas hakim. Hal ini setelah terbongkarnya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, disusul tiga hakim lainya yang menjadi tersangka dugaan suap vonis lepas Onslag atau putusan lepas terhadap tiga perusahaan yang terlibat yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Menurut Hinca, kasus sebelumnya mengenai hakim PN Surabaya yang menerima suap seharusnya menjadi pembelajaran bagi hakim-hakim lainnya.

"Seolah-olah berlanjut terus dari Surabaya kemarin, dua-duanya tentang suap. Artinya ternyata hakim kita bisa dibeli, kan gitu perspektif masyarakat," kata Hinca di Jakarta, Senin (14/4/25).

Hinca menyindir, para hakim PN Jaksel tersebut tampak tak tahan terhadap godaan suap dari pebisnis yang melanggar hukum.

Selain itu, Hinca menilai kasus Ketua PN Jakarta Selatan pun lebih parah dibandingkan kasus di Surabaya karena kasus yang ditangani Ketua PN Jakarta Selatan itu menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni berkaitan minyak goreng.

Dia juga menyesalkan Mahkamah Agung yang belum bisa menjaga integritas para hakimnya secara maksimal.

Di sisi lain, Hinca mengkritik keras Komisi Yudisial yang seharusnya bertugas mengawasi perilaku para hakim.

"Nanti saya akan pertanyakan di DPR ketika memanggil sekretaris Mahkamah Agung karena dia yang bisa kita panggil untuk menjelaskan pengawasannya, bagaimana penjagaan integritas," katanya.

Menurut Hinca, permasalahan integritas hakim tersebut perlu dibenahi karena seolah-olah putusan hakim bisa dibeli. Seharusnya putusan tersebut menyelesaikan aktivitas korupsi atau suap, tetapi justru aktivitas pelanggaran itu berlanjut dengan penyuapan hakim.

"Malah hakim yang menangani perkara itu disuap, itu menurut saya sudah melampaui batas," katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap perkara tersebut.

Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.

"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.

Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun. 

Kekinian, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc. [Nug] 

 

 

 

 


Tinggalkan Komentar