Konsolidasi Pedagang se-Jakarta: Tolak Ranperda KTR yang Tak Adil dan Ancam Mata Pencaharian Rakyat Kecil - Telusur

Konsolidasi Pedagang se-Jakarta: Tolak Ranperda KTR yang Tak Adil dan Ancam Mata Pencaharian Rakyat Kecil


telusur.co.id - Para pedagang se-DKI Jakarta yang tergabung dalam lintas organisasi sepakat bersatu dan tegas menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) yang sedang dalam tahap finalisasi oleh DPRD DKI Jakarta.

 

Hal ini menanggapi pembahasan Ranperda KTR yang terus bergulir tanpa melibatkan para pihak yang akan terdampak, padahal berbagai pengaturan di dalamnya akan mematikan mata pencaharian para pedagang.  

 

Ketua Umum APKLI Ali Mahsun meminta DPRD DKI Jakarta untuk membatalkan pasal-pasal pelarangan tersebut yang sangat krusial bagi keberlangsungan mata pencaharian pedagang kecil. 

 

"Kami menyayangkan ketidakberpihakan wakil rakyat terhadap usaha ekonomi rakyat kecil. Ada 1,1 juta pedagang kecil, warung kelontong, asongan, PKL, dan UMKM lainnya yang terdampak dengan larangan-larangan ini. Peraturan ini jelas berpengaruh terhadp pendapatan rakyat kecil yang selama ini jadi tulang punggung perekonomian lokal," ujar Ali Mahsun saat jumpa pers di Kawasan Pasar Minggu, Jumat (26/9/2025). 

 

Para pedagang, lanjut Ali Mahsun, masih berpegang pada komitmen dan menagih janji perlindungan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung yang menegaskan akan memberikan kesempatan dan wadah serta akses pasar rakyat kepada para pedagang kecil untuk naik kelas. 

 

"Kami memohon perlindungan Bapak Gubernur atas janjinya yang memastikan bahwa peraturan ini tidak merugikan pedagang kecil. Kami juga memohon perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menjamin bahwa kebijakan daerah tidak bertentangan dengan semangat kepemimpinan Presiden yang berpihak pada pelaku ekonomi rakyat kecil," tegasnya.

 

Senada, Ketua Kowantara, Mukroni, mengatakan pasal-pasal pelarangan merokok di warung makan rakyat kecil seperti warteg secara langsung mengakibatkan penurunan omzet secara signifikan. Apalagi di tengah kondisi sosio ekonomi saat ini, Mukroni menilai wakil rakyat tidak menunjukkan empati pada rakyat kecil. 

 

"Ini menjadi beban tambahan buat kami pedagang warteg yang setiap hari berjuang untuk bertahan. Sudah banyak usaha warteg yang tumbang di tengah kondisi ekonomi saat ini. Melarang aktivitas merokok di rumah makan itu berarti wakil rakyat tidak mempertimbangkan realita usaha kecil. Pelanggan warteg bisa lari, dan itu semakin mempercepat pedagang bangkrut," katanya. 

 

Sebelumnya, menurut data internal Kowantara, sekitar 25 ribu warteg se-Jabodetabek telah tutup pasca pandemi COVID-19. Angka itu menunjukkan hampir 50 persen dari total 50 ribu warteg yang pernah eksis. 

 

Perwakilan Warteg Merah Putih (Kowarmart), Damus pun juga menyayangkan sikap legislatif yang tetap meloloskan pasal-pasal pelarangan penjualan rokok. Selain memberatkan bagi pemilik warteg, masyarakat ekonomi ke bawah yang menjadi konsumen juga akan terbebani. 

 

"Jika diterapkan, memberatkan buat kita. Makin berkurang lagi pelanggan. Padahal selama ini sebagian besar konsumen tempat makan tersebut merupakan perokok, mulai buruh, pengemudi ojek online (ojol), hingga pekerja lapangan," tambah Damus.

 

Dalam kesempatan tersebut, Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI), Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Warteg Merah Putih (Kowarmart), Paguyuban Pedagang Warteg serta Kakilima Jakarta dan Sekitarnya (Pandawakarta), menandatangi deklarasi bersama menolak pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga mencakup pasar tradisional dan pasar modern, pelarangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban memiliki izin khusus untuk penjualan rokok.


Tinggalkan Komentar