NASA: Siklus Atmosfer Jupiter Mirip Seperti di Bumi - Telusur

NASA: Siklus Atmosfer Jupiter Mirip Seperti di Bumi


Telusur.co.id

| Ilmuwan NASA telah mempelajari jupiter untuk memahami siklus atmosfer yang aneh di Bumi yang berulang setiap 28 bulan.

Dikenal sebagai aliran jet khatulistiwa, siklus tersebut ditemukan setelah letusan gunung Krakatau pada tahun 1883, di tempat yang sekarang menjadi Indonesia, ketika puing-puing terlihat dibawa oleh angin barat ke stratosfer.

Arah angin di stratosfer kemudian terlihat berubah oleh Meteorologi Meteor yang menganalisis data balon cuaca di tahun 1950an.

Para ilmuwan sekarang tahu bahwa setiap 14 bulan di Bumi, aliran jet khatulistiwa membalikkan arah – mengubah secara dramatis kondisi cuaca untuk atmosfer planet ini.

Ini disebut osilasi kuasi-dua tahunan Bumi, atau QBO, dan ahli meteorologi menganggapnya mempengaruhi pengangkutan ozon, uap air dan polusi di atmosfer bagian atas, serta produksi angin topan.

Jupiter memiliki siklus serupa, yang telah dipelajari NASA, disebut osilasi kuasi-quadrennial, atau QQO, yang berlangsung sekitar empat tahun Bumi.

Saturnus memiliki versi fenomenanya sendiri, osilasi kuasi periodik, dengan durasi sekitar 15 tahun Bumi.

Meskipun pola ini umumnya dipahami, ilmuwan masih mencoba mempelajari bagaimana berbagai jenis gelombang atmosfir mempengaruhi mereka.

“Jupiter jauh lebih besar dari Bumi, jauh lebih jauh dari Matahari, berputar lebih cepat, dan memiliki komposisi yang sangat berbeda, tapi ternyata  planet ini merupakan laboratorium yang bagus untuk memahami fenomena ekuator ini,” kata Dr Rick Cosentino, yang mempublikasikan temuan tersebut.

“Melalui penelitian ini, kita mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme fisik yang menggabungkan atmosfer bagian bawah dan atas di Jupiter, dan dengan demikian pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer secara keseluruhan,” kata Raul Morales-Juberias.

“Meskipun ada banyak perbedaan antara Bumi dan Jupiter, mekanisme penggabungan antara atmosfir bawah dan atas di kedua planet serupa dan memiliki efek yang serupa”.

“Model ini kami dapat terapkan untuk mempelajari efek mekanisme ini di planet lain tata surya dan di planet ekstrasurya lainya,” kata Dr Morales-Juberias. |Deandra/skynews|

 


Tinggalkan Komentar