Telusur.co.id - Oleh : Usni Hasanudin
Berbeda dengan partai politik yang lahir pada masa pasca-Orde Baru (Orba), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terbilang partai politik dengan kemapanan lebih unggul daripada partai-partai politik yang eksis. Selain usia yang lebih panjang, keunggulan PPP adalah memiliki strategi yang mapan bahkan menjadi arah, cita-cita, dan perjuangan partai.
Sayangnya, kemapanan PPP tersebut belum mampu berdaya saing dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu) sejak 1999 hingga yang terakhir pada 2019, yang memperlihatkan PPP terpuruk dalam raihan suara. Jalan PPP menuju Pemilu 2024 menjadi alasan utama agar tagline yang dibangun dengan jargon “Arah Pulang Menuju Ka’bah” ini meningkatkan posisi tawar PPP sebagai partai Islam.Positioning dalam kehidupan sosial keagamaan maupun kenegaraan.
Analisis ini menjadi sangat penting ketika jalan PPP menuju Pemilu 2024 dengan capaian yang sudah ditargetkan. Proyeksi dan target raihan Pemilu 2024 haruslah berdasarkan pada objektivitas kemampuan infrastruktur dan suprastruktur partai, para calon anggota legislatif, serta ditopang kemampuan finansial dan kader-kader yang memiliki militansi, loyalitas di samping kemampuan memproyeksikan capaian suara.
Sangat penting membaca arah perubahan sistem politik dan konstituen partai. Dalam konteks sejarah, PPP merupakan kelanjutan dari perjuangan partai politik Islam dalam kontestasi Pemilu 1955 dan 1971. Empat partai politik Islam yang mampu memperlihatkan performa perjuangan keislaman.
Empat partai Islam yang kemudian difusikan dalam PPP menjadi wadah tunggal bagi aspirasi umat Islam. Bangunan empat partai Islam, yaitu Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Islam Perti termaktub dalam Khittah, Khidmat, dan Prinsip Perjuangan PPP. Ijtihad empat partai politik tersebut kemudian menjadikan PPP yang kokoh secara ideologi di level kenegaraan dan keumatan.
Ideologi
Zaman memang berganti. Seiring dengan itu, bangunan ideologi PPP tengah diuji, dihadapkan bahkan terintimidasi oleh politik pragmatisme yang bertolak belakang dengan perjuangan PPP. Politik PPP memiliki tantangan berbeda yang harus disikapi dengan cerdas dan bermartabat.
Kemampuan berkomunikasi dengan tetap mempertahankan idealisme perjuangan, panduan asas partai, prinsip perjuangan, dan khidmat partai, kader-kader partai terbaik harus mampu memainkan perannya sehingga tujuan tercapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip perjuangan.
Indonesia, dengan Islam sebagai basis terbesar dalam kehidupan sosial dan politik kenegaraan memiliki arti penting serta nilai kesejarahan yang panjang. Meskipun besar secara kuantitas, Islam secara kenegaraan tidak mampu mendominasi penguasaan kebijakan dalam bernegara.
Parlemen sebagai lembaga formal menjadi instrumen utama perpolitikan negara Indonesia. Sejak Pemilu 1955 sampai 2019, Islam tidak pernah mencapai raihan signifikan yang dapat memengaruhi kehidupan bernegara sehingga dalam pembahasan UUD 1945 baik saat perumusan, pergantian UUD ke Konstitusi RIS, UUDS 1950, sampai pada perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, partai politik Islam tidak mampu berbuat banyak dalam menarasikan Islam secara tekstual konstitusional. Terlebih ketika memasuki masa reformasi politik, yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik apakah itu berideologikan Islam maupun berbasis Islam justru memperlihatkan ragam wajah aliran politik Islam yang sulit dipersatukan.
Oleh karena itu, PPP tidak bisa meninggalkan rujukan dari pergulatan politik kenegaraan ketika Islam (belum partai politik) mempertahankan Pasal 29, Pasal 6, dan Pembukaan UUD 1945 yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Perilaku politik umat Islam pada tahun 1955-1971 menjadi motor awal pengerakan Islam politik di bawah naungan PPP sehingga apa pun perkembangan dan dinamika politik kenegaraan, akan kembali pada PPP.
PPP sebagai partai politik bukan sekadar untuk berebut atau menjatuhkan kekuasaan, bukan pula sekedar seni membingkai nafsu kekuasaan, melainkan menumbuhkan cita-cita Islam dan kenegarawanan.
Sistem
Berpolitik melalui PPP disemangati atas dasar bahwa politik merupakan faktor paling penting dan sangat menentukan dalam kehidupan bernegara. Eksistensi PPP tidak bisa dilepaskan dari komitmen aparatus ideologi PPP dengan kekuasaan yang didapatinya. Besarnya kekuasaan yang diperoleh mencerminkan kebesaran dukungan PPP. Begitupun sebaliknya, memaksimalkan kekuasaan dan komitmen para apartus ideologi PPP harus menjadi inspirasi.
Di sisi lain, kemampuan PPP dalam menampilkan wajah baru keislaman diperlukan analisis akan kebutuhan PPP itu sendiri. Islam sebagai ideologi PPP tetap sebagai sumber inspirasi yang memerlukan program konkret dan dapat dirasakan manfaatnya oleh umat.
Kemampuan manganalisis sistem pemilu secara saintifik sebagai aturan main menjadi kunci utama PPP untuk mencapai target Pemilu 2024. Konteks analisis sistem pemilu tidak akan berarti ketika tidak diiringi dengan kemampuan melakukan pemetaan atau kartografi berbasis daerah pemilihan (dapil). Kemampuan maping konstituen berbasis dapil menjadi modal dasar struktural partai di setiap tingkatan sehingga capaian suara dapat terukur dan terevaluasi dengan baik.
Penempatan calon anggota legislatif (caleg) di dapil tertentu harus tepat. Tidak bisa menempatkan caleg berdasarkan emosional, tetapi berdasarkan korelasi yang menjadi kebutuhan setiap dapil. Ketepatan dalam menempatkan caleg dalam dapil tertentu seyogianya mampu memformulasikan, memaksimalkan, dan memperkuat basis sosial sebagai modal dasar suara PPP.
Selain itu, agar dapat berjalan efektif, aparatus, infrastruktur, dan suprastruktur partai harus mampu melakukan inovasi-inovasi politik keumatan dan isu yang berkembang dalam masyarakat; ekspansi dengan memperluas modal sosial ke konstituen lebih luas; mobilisasi dengan menggerakkan potensi untuk mencapai capaian suara; serta tahap akhir, yaitu penggalangan dan pemantapan suara tanpa harus melalui nuansa transaksional.
Tidak kalah penting untuk dapat memahami berbagai persoalan Indonesia agar dapat dikemas dalam isu-isu startegis. Kebijakan berbagai bidang terkait dengan fiskal, moneter, politik anggaran, dan ekonomi Indonesia harus ditarik dalam perspektif politik sebagai bentuk agregasi politik PPP.
PPP juga tidak bisa mengindahkan pentingnya performa dan problematika kesehatan masyarakat yang kini sulit dipecahkan sehingga selalu menjadi bagian yang kontradiktif dalam penanganan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan.
Kajian (outlook) modal utama bagi kesiapan PPP menghadapai berbagai perencanaan pembangunan nasional yang kemudian menjadi kebutuhan PPP dalam meningkatkan electoral di tahun 2024.