Penghapusan PT 20 Persen Diyakini Tak Banyak Mengubah Pilpres 2029 - Telusur

Penghapusan PT 20 Persen Diyakini Tak Banyak Mengubah Pilpres 2029

Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos. Foto: Istimewa

telusur.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutus gugatan penghapusan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos menilai, penghapusan ambang batas tersebut tak akan berdampak banyak untuk merubah konstelasi politik pemilu presiden (Pilpres) 2029 mendatang dengan banyaknya calon kandidat yang bersaing.  

"Meskipun awal dari kandidasi akan melahirkan banyak kandidat, tapi ending dari skema pencapresan kedepan yang dimulai dari 2029 pada akhirnya tetap akan mengerucut pada dua poros pencapresan kedepan yakni status quo versus oposisi," kata Biran kepada telusur.co.id, Sabtu (4/1/25). 

Sebab menurutnya, jika berkaca pada situasi politik hari ini, status Quo tetap akan diwakili oleh kubu pemerintah yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan koalisi Indonesia maju (KIM). 

"Status Quo tetap akan diwakili Prabowo-Gibran dan koalisi, versus geng oposisi yang kemungkinan akan diwakili persatuan anak abah dan Banteng (Anies Baswedan dan PDIP)," ujarnya. 

Kendati begitu, kata dia, penghapusan ambang batas tersebut tak akan mempengaruhi elektoral Prabowo-Gibran apabila memutuskan maju kembali pada Pilpres 2029 mendatang. 

"Artinya meskipun Presidential Threshold sudah dihapuskan, Prabowo-Gibran masih merupakan kandidat terkuat untuk pencapresan kedepan meskipun banyak kandidat alternatif, bahkan jika Anies-PDIP bersatu sekalipun, Prabowo-Gibran masih kandidat terkuat," bebernya. 

Selain itu, kata Biran, alasan Pilpres 2029 mendatang tak akan diikuti oleh banyak calon kandidat lantaran UU Pemilu saat ini masih akan dibahas ulang oleh DPR yang bisa saja mengatur batas pasangan pencalonan presiden dan wakil presiden. 

"Pada akhirnya pembentuk UU mau tidak mau suka atau tidak suka pasti mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak," ucapnya. 

"Kenapa? Karena dengan banyaknya jumlah kandidat yang akan berkompestisi di Pilpres, selain akan memperpanjang tahapan dan proses pilpresnya, juga meningkatkan risiko inefisiensi anggaran, berpotensi membingungkan pemilih dan memunculkan banyak cukong politik untuk menyuplay para kandidat," tambahnya. 

Selain itu, kata Biran, dengan banyaknya jumlah kandidat, maka fragmentasi basis pemilih antar kandidat akan semakin banyak dan sulit mencapai suara mayoritas mutlak.

"Pada akhirnya, semua akan bernegosiasi dan berkoalisi secara transaksional untuk bisa sampai pada kemenangan mayoritas," pungkasnya.[Fhr] 


Tinggalkan Komentar