telusur.co.id - Mengelola program studi Doktor untuk mendapatkan Akreditasi Unggul bukan suatu pekerjaan yang mudah. Perjalanan panjang dan berliku mewarnai proses pencapaian untuk mendapatkan nilai 375 dari BAN-PT patut disyukuri.
Proses belajar mengajar dan menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi harus dijalankan dengan sungguh-sungguh ditopang harus terkoneksi dengan 9 standar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT) tanpa terkecuali harus dilaksanakan.
Menjalankan tata kelola program studi supaya berjalan baik dan maksimal tidak bisa dihindari ujar Prof.Dr. Faisal Santiago kepada awak media. ISO 9001 : 2015 bukti nyata bahwa tata kelola sudah berjalan dengan baik. Alhamdulillah ujar Ketua Program Doktor Ilmu Hukum sekaligus Direktur Pascasarjana, pak Rektor Prof. Bambang Bernanthos selalu mensuport kegiatan di program doktor ilmu hukum.
Peran Dr. Ahmad Redi membantu tata kelola PDIH agar berjalan dengan baik tidak bisa dipungkiri, ide-ide dan pemikiran untuk maju menjadi daya tarik sendiri begitu juga dengan kehadiran Prof Ade Saptomo memberi nasihat mengenai tatakelola memberi warna tersendiri.
Sarana dan prasarana yang modern dan berstandar international menjadi standart yang ada, sehingga para mahasiswa dan para pengajar akan nyaman dalam proses belajar mengajar dan pembimbingan disertasi untuk cepat selesai. Tersedianya ruang belajar mandiri, ruang diskusi dan ruang baca digital serta adanya hukumonline corner menambah semangat para mahasiswa untuk menyelesaikan studi doktoralnya tepat waktu.
Keunggulan lainnya yang melekat di PDIH adalah dengan adanya lecturing di kampus terkemuka di Luar Negri seperti ke Utrech dan Leiden University di Belanda, Wako dan Kanzai Gaidai serta Gakushin University di Jepang, Hankuk dan Yougsan University di Korea Selatan dan Thammasat University di Thailand. Program Lecturing ini hanya PDIH Univeritas Borobudur yang bisa melakukan dan secara rutin setiap tahunnya.
Melaksanakan International Conference juga secara rutin setiap semester nya dimana keluarannya adalah untuk mempublish tulisan mahasiswa doktor ilmu hukum ke jurnal-jurnal international bereputasi, dimana para mahasiswa mempunyai kewajiban minimal 2 tulisan terpublish sebagai syarat untuk bisa ujian tertutup.
Prof.Dr. Faisal santiago mengatakan bahwa mengelola program studi dengan mempertahankan kualitas menjadi bukti semakin banyak dan terus meningkat masyarakat yang kuliah di PDIH Universitas Borobudur. Dengan mengelola 339 mahasiswa aktif menjadi bukti nyata keberadaannya.
Dengan profile mahasiswa yang dari berbagai latar profesi seperti, Dosen, Hakim, Jaksa, Polisi, TNI, dokter, Advokat, Notaris, Politisi Anggota DPR, DPRD, Kepala Daerah, ASN dan Karyawan Swasta sangat antusias kuliah di PDIH Universitas Borobudur.
Keunggulan lainnya adalah para tenaga pengajar nya yang sangat mumpuni seperti; Prof Zudan Arif Fakrulloh, Prof Surya Jaya, Prof Arif Hidayat, Prof Tunjung, Prof Ade Saptomo, Prof Abdullah Sulaiman, Prof Zainal Arifin Hoesein, Prof Suparji, Prof Laksanto Utomo, Prof Takdir Rahmadi, Dr Bambang Soesatyo, Dr Ahmad Redi, Dr Evita Isretno Israhadi, Dr Boy Nurdin, Dr Ronny F Sompie, Dr KMS Herman, Dr Binsar Jon Vic, Dr Herman Bakir, Dr Tina Amelia, Dr Azis Budianto, Dr Megawati Barthos, Dr Rineke, yang selalu siaga membantu para mahasiswa untuk membimbing mahasiswa menyusun disertasi.
Akreditasi Unggul Ini merupakan legacy ujar Prof Faisal, dan ini akan melekat sepanjang masa akreditasi unggul PDIH Universitas Borobudur dan menjadi kebanggan bagi para mahasiswa dan alumni. Dimana nanti Januari tahun 2025 sesuai Permen No 53 Kemendikbud Ristekdikti Program studi yang diakreditasi status nya hanya terakreditasi dan tidak terakreditasi.
Saya akan selalu merawat dan menjaga kualitas dan atmosfer akademik di PDIH Universitas Borobudur ujar Prof Faisal Santiago kepada awak media.(fie)
Perjalanan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Hingga Capai Akreditasi Unggul
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum sekaligus Direktur Pascasarjana Prof.Dr. Faisal santiago (kiri) dan Dr. Ahmad Redi (kanan) (foto:IST)