telusur.co.id - Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan kegiatan Uji Sahih terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Provinsi Bali. Kegiatan ini digelar dalam rangka menyerap aspirasi daerah serta memastikan adanya keadilan fiskal bagi daerah-daerah penghasil sumber daya alam maupun yang terdampak aktivitas ekonomi nasional.
Kegiatan yang dilaksanakan di Denpasar tersebut dihadiri oleh pimpinan dan anggota Komite IV DPD RI, jajaran Pemerintah Provinsi Bali, termasuk Bapenda dan BPKAD, serta akademisi dan tokoh masyarakat. Uji sahih ini juga menjadi wadah diskusi dan pertukaran pandangan strategis terkait perubahan regulasi PNBP yang tengah dibahas di tingkat nasional.
Novita Anakotta, Wakil Ketua Komite IV DPD RI, menyampaikan bahwa RUU ini merupakan bagian dari upaya memperkuat desentralisasi fiskal dan memberikan ruang yang lebih besar kepada daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan PNBP, khususnya yang bersumber dari kekayaan alam dan pelayanan publik.
“Daerah selama ini hanya menerima sebagian kecil dari PNBP yang dikumpulkan dari wilayahnya. Melalui RUU ini, kami perjuangkan agar hak daerah diperjelas dan ditingkatkan, baik dari segi alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) maupun kewenangan dalam perencanaan dan pengawasan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPKAD Provinsi Bali menyoroti perlunya sinkronisasi antara RUU PNBP dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), terutama untuk menghindari tumpang tindih pungutan antara pusat dan daerah.
BPKAD juga menekankan bahwa Bali memiliki kontribusi signifikan terhadap penerimaan PNBP nasional, terutama dari sektor pariwisata, kelautan, dan pengelolaan aset negara. Namun demikian, alokasi DBH yang diterima masih belum mencerminkan kontribusi dan beban lingkungan yang ditanggung daerah.
“Kami harapkan pasal-pasal baru dalam RUU ini tidak hanya mempertegas peran daerah, tetapi juga menjamin adanya pendanaan dari pusat untuk tugas-tugas yang dilimpahkan kepada daerah,” ujar Kepala BPKAD.
Dari sisi akademik, Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini dari Universitas Udayana menekankan pentingnya prinsip keadilan tarif, transparansi sistem digital PNBP, dan perlindungan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Ia juga mengusulkan perlunya peninjauan ulang terhadap tarif PNBP secara berkala serta pemberian insentif untuk sektor-sektor strategis seperti UMKM.
Selain itu, Narasumber Made Mangku Pastika menyoroti perlunya penguatan peran dan fungsi DPD RI yang sangat dibutuhkan oleh daerah. Salah satunya memperkuat UUD Pasal 22 Ayat 1 yang berkaitan dengan daerah. Supaya pembahasan kebijakan terkait daerah bisa dirumuskan dan diputuskan.
Kegiatan ini ditutup dengan sejumlah rekomendasi strategis untuk dimasukkan dalam pembahasan lanjutan di DPD RI dan pembentuk undang-undang, di antaranya: Penegasan peran dan hak daerah dalam perencanaan, verifikasi, dan pengawasan PNBP, Sinkronisasi regulasi pusat-daerah agar tidak terjadi dualisme aturan, Perluasan objek dan subjek PNBP yang disertai kepastian hukum, Penambahan klausul kejelasan penggunaan dana PNBP bagi daerah sesuai RPJMD/RKPD.
DPD RI menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan aspirasi daerah dalam setiap proses legislasi nasional, termasuk dalam pembahasan RUU strategis seperti PNBP.[]