telusur.co.id - LSM Sniper Indonesia mengaku heran terhadap para kontraktor pelaksana normalisasi di Kp. Buni Herang, Cipayung, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang tidak menyentuh tanah di tengah air, dalam proyek tersebut. Akibatnya, tanah sedikit itu dibiarkan di tengah air, dan berpotensi menganggu saluran air.
“Apapun alasan anda itu tidak benar. Itu teknis. Yang kami tanyakan apa yang terjadi dilapangan, dan terlihat oleh mata kami. Normalisasi itu semua ditangani. Bukan alasan alat berat kalian tidak bisa menjangkau tanah yang ditengah,"kata, Ridi (Ciber) Januar, anggota LSM Sniper, Sabtu (24/4/21).
Ciber, sapaan karibnya, menegaskan, alasan pemerintah mengeluarkan uang untuk normalisasi, tujuannya agar menormalkan kembali jalur air.
"Nah, bagaimana SS Kedung Gede ini mau normal kalau tanah yg ditengah air tidak dikeruk oleh kontraktor,” ujarnya
Budi, pihak pelaksana proyek, menjelaskan bahwa ekskavator tidak bisa menjangkau tanah yang ada di tengah air.
“Untuk menyelesaikan itu kontrak kita delapan bulan. Bapak bisa liat sendiri kami kerja sampai bulan desember. Kalau misalnya alat berat kami (ekskavator) balik lagi ke titik yang dimaksud, itu tidak bisa kekejar proyek ini, pak,” jelasnya.
Namun, masyarakat menganggap, penjelasan dari para kontraktor tidak nyambung dengan apa yang dituntut oleh masyarakat. Bahkan pelaksana sempat melemparkan itu kepada pengawas lapangan dari pihak pemerintah. Meski dilapangan pengawas yang dimaksud tidak pernah ada. Karena itu masyarakat minta normalisasi tersebut dihentikan.
Diketahui, proyek ini dikerjakan oleh pelaksana dari PT. Nindi Daya Karya menggunakan anggaran APBN sebesar Rp.14.747.351.000,-. Dengan Nomor kontrak HK.02.01/PPK-IRG.I/SNVT-PJPAC/06/2021/08Maret2021.
Laporan: Sonson Syaepullah