Terima Delegasi Pimpinan PPMI Mesir. HNW: Perlu Disiapkan Sumberdaya Muslim yang Cinta Bangsa dan Berwawasan  - Telusur

Terima Delegasi Pimpinan PPMI Mesir. HNW: Perlu Disiapkan Sumberdaya Muslim yang Cinta Bangsa dan Berwawasan 


telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, menerima delegasi Pimpinana Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir. Kepada PPMI Mesir, Hidayat Nur Wahid menyebutkan perlunya disiapkan sumber daya muslim yang cinta bangsa, berwawasan luas, dan mengglobal (mendunia). Makin banyaknya Mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri, termasuk di Mesir adalah bagian dari bonus Demografi yang patut disyukuri dan dimaksimalkan. Apalagi negara Indonesia memberikan ruang untuk pengembangan sumber daya manusia berkeunggulan, maka jangan dimubazirkan, bahkan agar selalu ditingkatkan untuk menghadirkan manfaat adanya bonus demografi positif, untuk masa depan mereka dan Indonesia yang lebih baik. 

“Di era globalisasi ini, bila negara mempunyai visi yang kuat sebagaimana terncantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, maka semakin mungkin untuk memaksimalkan peran anak bangsa termasuk mahasiswa dan alumni-alumni dari luar negeri. Di sinilah peran dari mahasiswa untuk menjadi sumber daya manusia yang mendunia makin dipentingkan,” kata Hidayat Nur Wahid dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/7/2023). Delegasi pimpinan PPMI Mesir yang hadir adalah Auzi’na Azmal Umuur, Mufliha Ramadya, dan Bagas Ade. 

HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan sekalipun perjalanan sejarah bangsa Indonesia agak berbeda dengan Mesir. Mesir, yang merupakan negara pertama yang akui kemerdekaan Indonesia, tetapi kemudian pada awal berdirinya Republik Arab Mesir ada relasi yang kurang harmonis antara militer dan sipil. Sebaliknya, perjuangan kemerdekaan Indonesia dimulai dari orang (masyarakat) sipil. Para tokoh dan bapak bangsa, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Kahar Muzakir, K.H. Mas Mansur, K.H. Wahid Hasyim, adalah orang-orang (masyarakat) sipil. Para anggota BPUPK, Panitia Sembilan, pun tidak ada yang berlatarbelakang militer. “Jadi persiapan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh tokoh-tokoh dari kalangan sipil yang nanti berjuang bersama dengan kalangan militer," ujarnya. 

HNW melanjutkan ketika Indonesia akan dijajah kembali oleh Belanda melalui serangan via Surabaya, orang-orang (masyarakat) sipil menggagalkan agresi itu. Di tengah keterbatasan kemampuan tentara nasional Indonesia, (Jenderal) Soedirman yang sebenarnya juga berbasis sipil karena sebelumnya adalah seorang guru, mengusulkan kepada Bung Karno untuk meminta bantuan kepada para kiai untuk menggerakan umat melawan tentara Belanda.

Bung Karno sepakat, kemudian mengutus Roeslan Abdulgani menemui K.H. Hasyim Asyári. K.H. Hasyim Asyári kemudian mengumpulkan ulama se-Jawa dan Madura, lalu keluarlah fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa/Resolusi Jihad ini mendorong munculnya anak-anak muda seperti Bung Tomo, Lasykar Santri, Laskar Kiai dan sebagainya dan berhasil menggagalkan agresi sekutu. Masyarakat sipil berhasil menyelamatkan Indonesia. 

“Fakta itulah yang membuat relasi antara (umat) Islam, negara, dan TNI, di Indonesia bisa harmoni. Bayangan negara seolah-olah bisa otoriter, militeristik, dan gerakan demokrasi tidak bisa berkembang, tidak terjadi di Indonesia. Karena itu relasi mensejarah yang harmonis seperti itu , perlu terus dijaga dan ditingkatkan," tuturnya.     

Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas relasi itu, lanjut HNW, perlu disiapkan sumberdaya muslim yang cinta bangsanya, mempunyai wawasan yang luas, serta mengglobal. Ini dimaksudkan agar Indonesia berjalan sesuai alur sejarahnya dimulai dari bagaimana Indonesia ada dan merdeka, bagaimana Indonesia bisa selamat dari pemberontakan PKI, hingga mengapa rakyat menginginkan reformasi. “Semua bisa terealisir melalui sumber daya manusia berkeunggulan dengan wawasan mengglobal. Itu bisa dilakukan oleh Mahasiswa/diaspora Indonesia yang menyebar di seluruh dunia termasuk di Mesir,” katanya.

Negara (pemerintah) Indonesia, tambah HNW, membuka ruang untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia dari kalangan milenial, generasi Z, agar bonus demografi menjadi positif dan konstruktif untuk menyambut hadirnya Indonesia Emas pada 2045. Salah satu contohnya adalah gagasan Presiden Ketiga RI, B.J. Habibie, mendirikan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong pada tahun 1996  dan Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MAN PK). Saat ini, MAN Insan Cendekia merupakan sekolah menengah atas terbaik se-Indonesia berdasarkan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2022. Sedangkan MAN PK Pekalongan menempati peringkat ke-4 berdasarkan UTBK 2022. 

“Kedua sekolah itu merupakan contoh dari karya dan karsa unggulan negara. Jadi negara memang juga bisa memberikan ruang untuk pengembangan sumber daya manusia. Peluang ini jangan dimubazirkan, bahkan agar dijaga dan ditingkatkan, untuk menghadirkan manfaat yang lebih luas bagi generasi bonus demografi maupun masa depan Indonesia,” imbuhnya.

Kepada PPMI Mesir, Hidayat berpesan untuk tetap memaksimalkan potensi Timur Tengah terkait dengan keilmuannya, sejarahnya, sanad (kesinambungan jaringan) ilmiahnya. “Negara kita mempunyai visi yang kuat, yang memungkinkan untuk memaksimalkan peran alumni-alumni luar negeri termasuk dari Mesir. Maka jangan dimubadzirkan. Persiapkan diri maksimal untuk berkontribusi hadirkan peran maksimal bagi kebaikan, kemajuan dan kemakmuran  bangsa dan negara, bahu membahu bersama seluruh komponen bangsa, sebagaimana dicontohkan oleh pejuang dan pahlawan bangsa alumni Mesir seperti Mas Mansoer, Kahar Mudzakkir dan Rasyidi,” pungkasnya.


Tinggalkan Komentar