telusur.co.id - Saat ini banyak penerbit buku utamanya buku mata ajar mengalami kesulitan lantaran banyaknya platform penjualan melalui laman e-commers yang diduga menjual buku tanpa ijin penulis dan penerbit, tetapi hanya menggandakan buku tersebut dan dijual secara murah. Jika hal itu dibiarkan oleh Pemerintah, kata Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Prof. Dr. Laksanto Utomo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis banyak penerbit akan mati dan para penulis buku malas atau lesu karena tidak ada perlindungan hukum.
Menurut Prof. Dr. Laksanto , e-commers adalah perdagangan atau penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet, televisi, dan jaringan komputer lainnya. Platform yang terkenal antara lain, Buka lapa, Shope, Amazon dan platform lainnya.
Pemerintah perlu mentake down atau menurunkan buku-buku yang dipasarkan lewat laman e-commerce yang diduga ilegal tersebut, selain memberikan subsidi pajak kepada para penerbit, termasuk memberikan insentif para penulis buku ajar jika pemerintah serius akan menuju Indonesia emas tahun 2045.” katanya.
Dalam kaitan itu, para advokat muda melalui Lembaga Studi Hukum Indonesia (LSHI) mengajukan somasi terbuka kepada e-commers utamanya Buka lapa dan Shopee untuk menghentikan penjualan buku yang diduga digandakan dengan kualitas rendah dan harga murah karena hal itu akan membuat matinya penerbit dan membuat para penulis sangat dirugikan.
Riyan, Nelson Kapoyos dan Lisa, para advokat muda ini memberikan somasi terbuka kepada Buka lapa dan Shopee untuk mencabut buku-buku yang dijual dengan tidak minta ijin penulisnya utamanya buku Hukum Adat karangan Prof. Dr. Laksanto Utomo.
Riyan mengatakan, pihaknya memberikan tenggat waktu selama satu minggu, kepada e-commers Buka Lapa dan Shopee untuk mencabut atau menghubungi kami di LSHI Jl. Nawi No. 10 b Gandaria Jakarta Selatan.
Atas kuasa dari penerbit dan penulis, pihaknya akan menuntut secara perdata dan pidana jika mereka tidak mengindahkan somasi ini. “Kami akan menempuh jalur hukum baik perdata maupun pidana jika platform dagang Buka Lapa dan Shopee tidak mengindahkan somasi ini, karena mereka diduga ikut menjual buku-buku ilegal yang merugikan penerbit,” kata Riyan.
Ditempat yang sama, Henny Wuryansari bagian Promosi penerbit Raja Grafindo Persada menambahkan, sebagai bagian dari penerbit merasa bingung dan stress melihat sistem perdagangan via electronik dengan abai dengan hak cipta milik orang.
“Saya membawa buku ke kampus dan menawarkannya kepada para mahasiswa. Tetapi ana-anak mahasiswa berkata sudah punya buku itu membeli lewat e-commers dengan harga lebih murah dari yang saya bawa. Setelah saya cek ternyata buku yang dibeli itu sepertinya hanya dicetak ulang dengan font lebih kecil dan ukuran kertas lebih tipis,” katanya, Henny.
Fakta seperti itu, membuat para guru besar dari kampus terkemuka saat diajak kerjasama membuat buku punya keluhan yang sama.
Seorang guru besar dari Univ. negeri mengatakan, baru satu bulan cetak buku, tetapi dipasaran sudah cukup banyak karena ada yang menggandakan dengan tidak minta ijin. Ini yang membuat lemas dan malas saya,” kata guru besar dikutip Henny.
Oleh karenanya, para penerbit seperti raja Grafindo minta perlindungan hukum dan menggandeng LSHI untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut agar sistem pemasaran di Indonesia tidak merugikan pihaklain atau tidak seperti di alam rimba, tidak ada aturan hukum yang melindunginya.(fie)