Sombong dalam Politik, Boleh? - Telusur

Sombong dalam Politik, Boleh?


TETANGGA punya baju baru terus pamer, umbar-umbar ke orang lain, bolehlah dikatakan sombong. Sebenarnya tak perlu pamer, tetangga akan tahu sendiri kalau itu baju baru. Kayak baju lebaran. Lagi pula, antar tetangga saling julid itu kan biasa.

Nah, bagaimana bentuk sombong dalam partai politik? Karena, kata-kata 'partai sombong' menjadi perbincangan dalam pekan ini. Saling sindir antar sang bos 'partai merah dan partai biru' menjadi santapan publik. Kalian sudah tahu semua siapa yang dimaksud? Inilah namanya sindiran tingkat elite. 

Nyindirnya di forum resmi partai, dihadapan para anak buah junto petugas partai. Tidak ada selaan ketika menyindir. Karena memang forumnya berbeda. Makanya, sindiran ini bukan sindiran kaleng-kaleng alias celaan yang berujung baku hantam seperti di pasar-pasar. 

Bayangkan saja, setelah saling lempar sindir, para pekerja partai harus langung menafsirkan secara tepat, akurat, boleh lebay dikit, apa yang disampaikan oleh 'sang pemilik partai.' Karena, nanti akan ditanyakan oleh awak media, apakah terjadi keretakan komunikasi antar 'sang bos'?

Soalnya, sindiran 'partai sombong' ini bukan sembarang sombong, tapi sombong tingkat setengah dewa. Kesombongan yang hanya boleh diucapkan dan berbalas ucap oleh orang-orang yang sudah tidak pernah lagi makan nasi goreng berbumbu asin keringat sang penjual, di pinggir jalan, kecuali untuk pencitraan.

Kesombongan ini juga berpengaruh besar pada opini masyarakat. Paling tidak, menjadi santapan di bale-bale kalau lagi nongkrong. Supaya ada yang diobrolkan. Baik membicarakan persoalan negara, Pemilu jo Pilpres 2024, dan hal-hal muluk lainnya. Padahal, ketika balik ke rumah langsung pusing karena diomelin istri, lantaran tidak mampu membeli minyak goreng. 

Sebab, selain harganya kelewat mahal, membeli minyak goreng harus pakai aplikasi PeduliLindungi. Lah, handphone androit saja gak ada. Padahal yang dibutuhkannya hanya dipedulikan, bukan dipersulit, dipermahal . 

Jadi, obrolan partai sombong di bale-bale tadi juga sebentuk pamer, biar dianggap berpengetahuan luas dan tahu segala persoalan politik. Intinya, tidak mau kalah dalam sebuah obrolan, khususnya mengenai politik. Main besar-besaran urat leher, gak masalah. Yang penting menang bacot, berdasarkan referensi tokoh-tokoh politik yang berdebat, kadang tak ada isi, yang penting ngotot. 

Kembali lagi mengenai sindir-sindiran. Para anak buah bos partai yang saling sindir itu harus menerapkan jiwa raga apa yang disampaikan pimpinan. Awalnya berteman dengan beda partai baik-baik saja, kini harus mulai menjaga jarak agar tidak tertular 'virus partai sombong'. Kan itu perintah si-bos. 

Menerapkana instruksi dari pidato ketua-ketua umumnya. Patuh pada partai. Kalau berani berbeda pandang, membangkang dari instruksi partai, siap-siap mengalami gempa pendapatan. 

Kalau masih berani juga tidak patuh, sebelum dipecat, sebaiknya suka rela keluar dari partai. Partai lain pun akan sangat sigap menampung, menerima sebagai kader. 

Jauh dari itu semua, kesombongan berpartai pun harus tetap dipertahankan. Demi dihargai para pemilih. Biar tetap di anggap tokoh. Biar kalau jalan ke suatu desa, masih disambut iring-iringan kuda lumping. Namanya juga tokoh, harus beda dari rakyat biasa. 

Jadi, kita sebagai rakyat yang merupakan pemilik sah dari negara, sebagaimana syarat dari suatu negara itu harus ada rakyatnya, patut belajar sindir menyindir dari elite, khususnya mengenai kesombongan. Elite nasional saja boleh sindir-sindiran soal sombong, masak kita nggak? [***] 

Penulis: Kerani di Telusur.co.id 

 


Tinggalkan Komentar