telusur.co.id - Angka prevalensi stunting Provinsi Jawa Timur terus menurun. Bedasarkan data Kementerian Kesehatan yang dipaparkan dalam rapat bersama Wapres RI KH Ma’ruf Amin, Selasa (20/3), angka prevalensi stunting di Jawa Timur saat ini adalah 17,7%.
Angka ini menurun dibandingkan tahun lalu dimana angka prevalensi Jawa Timur adalah 19,2 persen. Angka prevalensi stunting Jatim ini jauh di bawa rerata nasional yaitu 21,5 persen. Meski begitu Jatim masih harus berupaya mengejar target nasional dimana angka prevalensi stunting ditarget mencapai 14 persen di tahun 2024.
Ketua Umum PP Muslimat NU yang juga Gubernur Jatim 2019-2024, Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama melihat angka prevalensi stunting menjadi PR bersama. Semua elemen, tak hanya pemerintah, harus bergandengan tangan dan menyatukan langkah untuk bisa menurunkan angka prevalensi stunting.
“Alhamdulillah jika dilihat tren datanya, angka prevalensi stunting Jatim terus menurun. Kemarin, Wapres menggelar rapat khusus terkait percepatan penurunan stunting dan disampaikan bahwa prevalensi stunting Jatim per awal tahun 2024 ini adalah 17,7 persen,” urai Khofifah. Rabu, (20/3/2024).
“Angka ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kita harus bekerja keras untuk bisa mengejar target 14 persen hingga akhir 2024 mendatang,” sebut Gubernur perempuan pertama Jatim ini.
Khofifah sendiri sampai saat ini aktif untuk melakukan upaya menurunkan angka stunting. Misalnya membagikan telur ayam gratis pada ibu hamil dan juga anak-anak saat dilakukan operasi pasar di seluruh daerah di Jatim. Hal tersebut menjadi upaya nyata melakukan upaya pemenuhan gizi agar anak bisa terhindar dari stunting.
Tidak hanya itu, di Muslimat NU, Khofifah juga telah merancang program khusus untuk dalam upaya penurunan stunting. Mulai dari gerakan sedekah satu butir telur setiap hari, menggagas ibu asuh stunting, dan juga melakukan deklarasi komitmen bersama memerangi stunting saat acara Harlah Muslimat NU ke 78 di Gelora Bung Karno pada Januari 2024 lalu.
“Karena stunting ini bukan hanya masalah kesehatan saja. Melainkan adalah masalah serius yang berkait dengan keberlangsungan pembangunan bangsa. Terlebih kita sedang menyongsong Indonesia Emas 2045 yang artinya generasi bangsa di tahun tersebut haruslah sehat dan memiliki tumbuh kembang optimal,” tegasnya.
Lebih lanjut, peraih Penerima Honorary Award for Global Peace and Women Empowerment atau Perdamaian Gobal dan Pemberdayaan Perempuan dari Minhaj-Ul-Quran International ini pun menyebutkan bahwa, mencegah stunting harus dilakukan sejak usia remaja. Dimana remaja perempuan harus dipastikan memiliki kecukupan asupan zat besi untuk menghindari anemia.
Selain itu saat hamil, kecukupan gizi juga harus dipastikan agar mendukung pertumbuhan optimal pada janin. Tak sampai di sana, saat bayi lahir di 1000 hari pertama juga harus dipastikan kecukupan asupan nutrisi dan gizi karena menjadi kunci pertumbuhan anak ke depan.
Di sisi lain, berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dipaparkan dalam rapat bersama Wapres, ada tiga provinsi di Indonesia yang sudah mencapai target RPJMN dengan prevalensi stunting di bawah 14 persen. Yaitu provinsi Riau (13,6%), Jambi (13,5%) dan juga Bali (7,2%).
Sedangkan ada lima provinsi di Indonesia yang tercatat sebagai daerah dengan prevalensi stunting tertinggi dengan persentase lebih dari 30 persen. Yaitu Papua Tengah (39,4%), NTT (37,9%), Papua Pegunungan (37,3%), Papua Barat Daya (31%) dan Provinsi Sulawesi Barat (30,3%).
“Bismillah dengan upaya bersama dan sinergi seluruh pihak, Jatim bisa mencapai target prevalensi stunting 14 persen di akhir tahun 2024 mendatang,” harap Khofifah. (ari)